Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Harun Alrasyid Lubis
Ketua Umum Masyarakat Infrastruktur Indonesia (MII)

Harun berpengalaman sebagai profesional di bidang akademik, kegiatan penelitian, dan konsultasi selama tiga puluh tahun. Tercatat pernah bekerja sebagai konsultan di PT LAPI ITB, dan perusahaan milik negara, Asian Development Bank (ADB), INDII dan Bank Dunia di bidang kebijakan, dan perencanaan transportasi, operasi, keuangan dan institusi, mencakup transportasi perkotaan dan nasional.

Selain dosen di ITB, Harun menjabat ketua umum Masyarakat Infrastruktur Indonesia (MII), dan Infrastructure Partnership and Knowledge Center (IPKC)

MRT Jakarta Beroperasi 12 Maret, Apa yang Perlu Dibenahi?

Kompas.com - 07/03/2019, 11:16 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

KALAU tak molor, operasionalisasi MRT Jakarta Tahap I sepanjang 16 kilometer trase Lebak Bulus-Bunderan HI tinggal menghitung hari.

Masyarakat Jakarta sangat antusias dan sudah tidak sabar mencoba MRT Jakarta pada 12 Maret 2019. Terbukti, tiket untuk publik yang dibuka pada beberapa waktu lalu langsung ludes hanya dalam waktu dua jam.

Operator PT MRT Jakarta pun sudah menyiapkan segalanya, termasuk awak kereta. Sebanyak 17 instruktur masinis, 54 masinis, dan 12 pengendali Operation Control Center (OCC) telah mendapatkan pelatihan di manca negara.

Namun, jika kita tarik ulang dan melihat rencana terakhir, seharusnya MRT Jakarta sudah beroperasi tahun 2017. Artinya ini molor 2 tahun. CEO PT MRT Jakarta pun sudah berganti tiga kali selama kurun tiga hingga empat tahun terakhir.

Selain itu, masih banyak ketimpangan teknis, terutama untuk kemudahan dan kenyamanan pejalan kaki yang terabaikan di beberapa stasiun elevated sepanjang Jl Fatmawati, serta lanjutan kebijakan lain agar moda transit lain macam Light Rail Transit (LRT) dan Bus Rapid Transit (BRT) menjadi pilihan masyarakat.

Perubahan rancangan MRT

Beberapa perubahan desain dan rencana operasi MRT Jakarta perlu dimaklumi dan sudah terjadi. Target awal ridership  dalam basic design Jmec 2015, tertulis sebanyak 173.400 penumpang per hari, 12.000 penumpang pada jam puncak, di mana setiap 5 menit lewat satu rangkaian kereta.

Dalam rencana awal  juga tercantum rasio kongesti sebesar 190 persen (6 cars), termasuk berdiri dengan kondisi agak rapat dan padat-padatan.

Kini target hanya hanya 60.000 penumpang per hari. Artinya, produktivitas rencana MRT Jakarta sudah diturunkan 60 persen.

Padahal, 16 rangkaian kereta, 14 yang dioperasikan dan 2 untuk cadangan, masing-masing terdiri 6 kereta sudah tersedia. 

Kini dengan target hanya 60.000 sehari, maka pada jam sibuk diperkirakan tidak lebih 9.000 penumpang, atau minimum hanya 6,000 penumpang saat jam sibuk.

Ini cukup dilayani 2-3 kereta serangkai, bahkan bila rasio kongesti dipertahankan 190 persen ini cukup satu kereta saja, di mana setiap 5 menit tetap ada kereta lewat.

Atas dasar ini diperkirakan 50 persen kereta-kereta ini sementara menjadi idle (sia-sia), hanya parkir dan akan terpakai ketika ridership harian sudah meningkat.

Kondisi demikian mengharuskan ridership MRT Jakarta harus dipompa naik dengan berbagai strategi dan kebijakan.

Langkah selanjutnya

Menjadi pertanyaan bagi Pemprov DKI Jakarta dengan beroperasinya MRT, apakah keberadaan BRT TransJakarta Koridor I Trase Blok M-Kota akan tetap dipertahankan? Mengingat nanti bersaing pada koridor yang sama.

Besarnya tarif, desain operasi, dan letak stasiun akan menjadi faktor yang menentukan daya tarik keduanya bagi calon penumpang.

Mari kita ambil contoh di Hong Kong. Keberadaan Island Lines, koridor yang padat lalu lintas, MRT tetap dapat beroperasi dengan beragam jenis angkutan umum termasuk tram. Semua saling melengkapi dengan kualitas dan tarif berbeda.

Nilai tarif TransJakarta Rp 3.500 yang ditetapkan sejak tahun 2004, perlu penyesuaian. Artinya tidak layak lagi, karena 70 persen sudah hilang tertelan inflasi.

Bila jalur Koridor I masih dipertahankan tarif yang pantas sekitar Rp 5.000 hingga Rp 7,500 per penumpang. Namun karena sudah ada MRT, bisa jadi frekuensi BRT dikurangi. Sementara untuk tarif MRT, perkiraan yang ideal itu antara Rp 10.000 sampai Rp 15:000 per penumpang.

Ke depan agar MRT lebih produktif dan cepat menaikkan realiasasi ridership perlu didukung dengan mempercepat piloting dan implementasi electronic road pricing (ERP), dan kebijakan lain yang menyertainya seperti demand management yang kuat, pengendalian parkir serta instrumen kendali urban pricing.

Pekerjaan besar dan cukup sulit berikutnya adalah melakukan konsolidasi semua jaringan angkutan umum termasuk LRT yang sedang dibangun bersama rencana dan penataan simpul-simpul transit oriented development (TOD).

Pemprov DKI Jakarta harus segera menetapkan kebijakan dan kerangka pengembangan simpul-simpul TOD, deliniasi kawasan dan kepadatanya,

Hal ini agar kegiatan di simpul-simpul TOD mendukung peningkatan produktivitas dan efisiensi operasi angkutan umum, khususnya MRT yang lambat laun akan menjadi tulang punggung mobilitas kaum urban menggantikan BRT Transjakarta.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau