Meski harus "berdarah-darah" lebih dulu, namun Corporate Finance Group Head PT Jasa Marga Tbk Eka Setya Adrianto tak menampik, bisnis jalan tol adalah salah satu instrumen investasi yang paling menarik. Terutama, bila dilihat dari prospek jangka panjangnya.
"Memang 'berdarah-darah'. Apalagi bila yang diperhatikan adalah aspek arus kasnya. Tapi seperti saya ceritakan, infrastruktur ini nafasnya panjang. Butuh waktu untuk dia menservis debt-nya," kata Eka dalam sebuah diskusi di Jakarta, Kamis (7/2/2019).
Sebagai contoh, sudah berkali-kali Jasa Marga ditimpa krisis. Seperti tahun 1998, pada saat itu terjadi kerusuhan akibat peralihan dari Orde Baru ke Orde Reformasi.
Krisis yang menimpa Jasa Marga, sebut dia, relatif singkat. Sebab pada akhirnya masyarakat kembali menggunakan kendaraan, baik pribadi maupun transportasi umum, dengan melintasi jalan tol.
"Selama itu terjadi, dari sisi investor itu masih well protected," ujarnya.
Contoh lainnya, pada kuartal ketiga 2018 laba yang diterima perseroan turun. Namun sejak awal hal tersebut telah diprediksi Jasa Marga karena adanya aksi korporasi yang dilakukan sehingga performa laba menjadi lebih ketat.
Ia menambahkan, menjalankan bisnis infrastruktur memang bukanlah sebuah hal yang mudah. Namun dengan perencanaan jangka panjang, Eka meyakini setiap persoalan dapat diatasi.
Baik Eka, Thomas, maupun Yayat sepakat bahwa jalan tol adalah komoditas yang ditransaksikan, bukan sebagai sebuah konsep pelayanan.
"Kalau misalnya jalan tol berbayar, ada standar pelayanannya. Mengajak orang menggunakan jalan tol sama dengan merasionalkan jalan berpikir orang. Jalan tol itu pilihan.
Namun, dengan adanya wacana dan desakan penurunan tarif tol, tak hanya akan sangat mengganggu bisnis jalan tol dalam skup spesifik, melainkan juga dunia investasi secara umum.
Baca juga: Rest Area Tol Trans-Jawa Sudah Seperti Mal-mal di Jakarta
Pasalnya, tarif tol menyangkut beberapa komponen yakni biaya operasional yang bersifat langsung dan tidak langsung.
Biaya operasional yang bersifat langsung adalah terkait pemeliharaan, investasi dalam bentuk pengembalian modal, dan lain-lain. Sementara yang tidak langsung adalah biaya karyawan, sewa kantor, dan lain-lain.
Insentif
Oleh karena itu, Thomas selaku BUJT yang mewakili Astra Infra berharap, kajian penyesuaian tarif tol harus benar-benar dilakukan secara matang dengan mempertimbangkan segala konsekuensinya.
Selain mengelola Tol Tangerang-Merak, Astra Infra juga mengelola tiga ruas lainnya dalam koridor Tol Trans-Jawa yakni Tol Cikopo-Palimanan (Cipali) sepanjang 116,75 kilometer, Tol Semarang-Solo (72,6 kilometer), serta Tol Jombang-Mojokerto (40,5 kilometer).
"Sekarang ini masih harus bersabar. Sementara seluruh empat ruas beroperasi dengan baik, trafik akan terus bertumbuh," cetus Thomas.
Alih-alih menurunkan tarif tol, Sekjen Asosiasi Jalan Tol Indonesia (ATI) Kris Ade Sudiyono menawarkan solusi saling menguntungkan.
Menurut Kris, pemerintah harus mempelajari dulu aspek bisnis dan investasi jalan tol dalam jangka panjang.
Baca juga: Dalam 3 Tahun Indeks Kecelakaan di Tol Cipali Menurun
"Itu yang harus dipelajari lebih lanjut bagaimana kompensasinya jika tarif tol diturunkan," kata Kris.
Kalau pun pemerintah ambil opsi penurunan tarif tol, lanjut dia, BUJT membutuhkan dukungan lain, yakni insentif pajak. Hal ini bertujuan untuk menggairahkan industri dan bisnis jalan tol agar tetap menarik.
"Minimum ada dua insentif pajak. Pertama adalah perpanjangan waktu untuk melakukan pemanfaatan loss carry tax, yang saat ini berlaku lima tahun. Saya usul 10 tahun," sambung Kris.
Kemudian, insentif yang kedua adalah tax holiday, karena bisnis tol membutuhkan investasi besar dan pemerintah menjadikan Tol Trans-Jawa sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN).
Karena itu, investor dan BUJT mengharapkan ada Undang-undang Perpajakan yang mengatur ini. Bila perlu, ada pembebasan pajak dalam waktu 5 sampai 10 tahun.
"Kalau pemerintah bisa melakukan ini, industri jalan tol akan banyak menarik investor," tuntas Kris.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.