JAKARTA, KOMPAS.com - Perempuan berambut ekor kuda ini tak sanggup menahan air matanya. Berkali-kali ia menyeka buliran bening yang jatuh di pipinya dengan selembar tisu.
Adegan tersebut terekam jelas di layar besar panggung utama peresmian Menara Astra, di Catur Dharma Hall, Jakarta, Rabu (20/2/2019) pagi.
Rini M Soemarno. Dialah perempuan yang tak kuasa menyembunyikan harunya saat layar besar tadi menampilkan sejarah panjang perjalanan 62 tahun raksasa otomotif Astra International Group.
"Saya terharu sekaligus bangga pernah menjadi bagian dari Astra," kata Rini dengan suara bergetar.
Kelahiran Amerika Serikat 19 Juni 1958 ini, memang tercatat sebagai sosok penting di balik imperium bisnis bentukan William Soeryadjaya itu.
Baca juga: Finalisasi Holding Infrastruktur dan Perumahan Ada di Tangan Basuki
Rinilah yang dipercaya Om, sebutan akrab William, untuk menyiapkan Astra International menjadi perusahaan publik dengan basis kinerja profesional.
"Saya ditawari Om, mau nggak join di Astra. Tapi saya nggak mau perusahaan keluarga. Soalnya, saya mau Astra International itu jadi perusahaan publik," kata Rini.
Astra International, imbuh Rini kepada William, harus betul-betul dikelola secara profesional.
Saat itu, dia merasa, masuk ke perusahaan keluarga dianggap tidak pas, mengingat pengalaman kerja profesional sebelumnya di Citibank.
Setelah sepakat dengan prinsip profesionalisme dan cita-cita untuk menjadi perusahaan publik, Rini pun bergabung dengan Astra International pada 1989 dengan posisi GM Finance Division PT Astra International.
Fokus utamanya saat itu menyiapkan perusahaan untuk go public di Bursa Efek Indonesia (BEI). Hingga setahun kemudian, Rini diangkat menjadi direktur keuangan.
Bersamaan dengan itu pula, Astra International yang didirikan di Jakarta pada tahun 1957, berubah nama menjadi PT Astra International Tbk.
Perubahan nama ini dilakukan dalam rangka penawaran umum perdana saham Perseroan kepada masyarakat, yang dilanjutkan dengan pencatatan saham Perseroan di BEI dengan menggunakan ticker ASII.
Baca juga: Astra Infra: Ada Lahan Tol Tangerang-Merak yang Belum Bersertifikat
"Om memang selalu bilang Catur Dharma agar perusahaan berjalan baik dan profesional," kenang Rini yang memuncaki PT Astra International Tbk selama dua tahun, 1998-2000.
Atas upaya semua itu, Astra memiliki nilai kapitalisasi pasar sebesar Rp 336,0 triliun per akhir tahun 2017 yang diperoleh dari tujuh pilar bisnis otomotif, jasa keuangan, alat berat, dan pertambangan.
Kemudian konstruksi dan energi, agribisnis, infrastruktur dan logistik, teknologi informasi, dan properti.
"Saya terharu. Astra yang hampir bangkrut pada 1998 akibat terkena krisis, dan masih di kantor Sunter, kini sudah punya kantor megah. Terharu dan bangga," tuntas Menteri BUMN 2014-2019 ini.
Tertinggi keempat
Ada pun Menara Astra merupakan bagian dari pengembangan multifungsi bersama dengan tiga tower apartemen Anandamaya Residence, di atas lahan seluas 2,1 hektar.
Menara Astra mencakup 47 lantai konstruksi, tiga lantai ruang ritel sebagai fasilitas penunjang, serta enam lantai ruang bawah tanah.
Baca juga: Senin, Menara Astra Tutup Atap
Seluas 20 persen dari total ruang perkantoran 165.000 meter persegi didedikasikan untuk Astra Group. Sementara 80 persen lainnya disewakan kepada publik.
Saat ini dari total 80 persen ruang sewa, 50 persen di antaranya sudah terokupasi. Antara lain oleh WeWork yang menempati ruang seluas 2 lantai.
Astra Property harus merogoh kocek senilai Rp 7 triliun guna merealisasikan Menara Astra dan Anandamaya Residence.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.