Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menengok Karya Arsitek Tionghoa Liem Bwan Tjie di Indonesia

Kompas.com - 30/01/2019, 14:30 WIB
Rosiana Haryanti,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Arsitek Tionghoa Liem Bwan Tjie memadukan arsitektur tradisional China dengan model Eropa. Hal ini membuatnya dipandang sebagai salah satu arsitek modern pada zamannya, di luar arsitek Belanda.

Handinoto dalam Liem Bwan Tjie, Arsitek Modern Generasi Pertama Di Indonesia (1891-1966), yang dipublikasikan di jurnal Dimensi pada 2004 menulis, Liem mengawali karirnya dengan mendesain rumah tinggal bagi orang-orang kaya, terutama di Semarang dan kota-kota besar lainnya di Jawa.

Beberapa hasil karyanya antara lain rumah tinggal Sih Tiauw Hien di Semarang, vila Oei Tjong Houw di Kopeng.

Baca juga: Liem Bwan Tjie, Tionghoa Pelopor Arsitektur Modern Indonesia

Kemudian ada rumah tinggal milik Tan Tjong Ie, rumah Ir. Be Kian Tjong, serta hunian milik Dr. Ir. Han Tiauw Tjong. Semua rumah rancangan ini berada di Semarang.

Ada pula rumah tinggal The Bo Djwan di Malang. Karya Liem yang dibangun pada 1934 ini mendapat julukan rumah terbaik di Malang pada masanya.

Keunikan rumah ini terdapat pada penggunaan garis horizontal yang dominan dan sejajar dengan tanah. Terakhir, hunian ini difungsikan sebagai outlet produksi Batik Semar.

Salah satu karya terbesarnya adalah merancang kantor pusat serta cabang dari perusahaan milik raja gula Semarang, Oei Tiong Ham Concern pada tahun 1930-1931.

Bangunan lama kantor pusat yang berada di Semarang ini diganti dengan rancangan arsitektur modern. Kemudian disusul dengan cabang-cabangnya yang ada di Surabaya dan Semarang.

Meski merancang rumah modern, Liem tetap mempertahankan gaya tradisional Tionghoa. Hal itu tercermin dari unsir dan ragam hias berbau etnik China yang diwujudkan dalam bentuk perabot.

Salah satunya pada rancangan rumah milik Han Tiauw Tjong di Semarang. Perabot yang ada di dalamnya, merupakan hasil karya Liem dengan ciri khas Tionghoa.

Pemandangan dari udara mengenai peristiwa penting dalam sejarah Indonesia: Pembukaan Pekan Olahraga Nasional di Stadion IKADA pada tanggal 21 Oktober 1951.AURI Pemandangan dari udara mengenai peristiwa penting dalam sejarah Indonesia: Pembukaan Pekan Olahraga Nasional di Stadion IKADA pada tanggal 21 Oktober 1951.
Selain rumah tinggal, Liem juga merancang gedung fasilitas umum seperti Monumen Makam Peringatan (Grafmonumenten) H.A. Kan, Jakarta, Bank Indonesia, Jalan Thamrin, Jakarta, Stadion Ikada, hingga Stadion Teladan di Medan.

Dia juga aktif merancang berbagai fungsi bangunan lain seperti makam, rumah ibadah, dan gedung sekolah.

Proyeknya tersebar di banyak kota di Indonesia, seperti Semarang, Surabaya, Palembang, Medan, Ambon, Manado, dan sebagainya.

Berkas arsip karyanya juga cukup banyak tersimpan di Nederlands Architectuurinstituut (NAi) di Belanda.

Baca juga: Atap Ekor Burung Walet, Lambang Kemakmuran Warga Tionghoa

"Tapi harus diakui bahwa meskipun banyak karya yang dihasilkan oleh liem, tapi sebagian besar memang bukan karya masterpiece dalam arsitektur Indonesia," tulis Handinoto.

Meski begitu, berkat karya Liem, bentuk rumah di daerah Pecinan maupun bergaya Indisch yang dimiliki masyarakat Tionghoa kaya sebelum tahun 1900-an, terlihat kuno dibanding dengan desain yang ia hasilkan.

"Ada perubahan dan perpaduan karena perkembangan zaman di rumah-rumah Tionghoa. Paling banyak di Semarang, ada rumah (arsitektur Tionghoa) campur sama art deco. Ini istimewa," ujar dosen Departemen Ilmu Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Airlangga, Adrian Perkasa kepada Kompas.com, Selasa (29/1/2019).

Suasana budaya Tionghoa dan Jawa terasa ketika memasuki gerbangnya. Lampion-lampion merah bergantungan di depan.KOMPAS.com/Muhammad Irzal Adiakurnia Suasana budaya Tionghoa dan Jawa terasa ketika memasuki gerbangnya. Lampion-lampion merah bergantungan di depan.
Bentuk rumah yang dirancang oleh Liem mengadopsi langgam arsitektur modern, sesuai dengan ilmu yang ditimbanya selama di Eropa.

Keberhasilan arsitektur modern yang dibawa arsitek Belanda merupakan penyesuaian yang baik dengan iklim tropis lembab di Nusantara.

Mayoritas rumah hasil rancangannya menerapkan denah-denah terbuka alias open space dan continous space.

Baca juga: Asal-usul Ruko, Dari Fujian Hingga Ke Pecinan

Hal ini membuat desain rumah karya Liem menjadi pembaru dalam dunia arsitektur Tionghoa di Jawa pada masa itu.

"Misalnya ada kolom-kolom besar dengan gaya neo-klasik. Atapnya tetap pakai model ekor burung walet, tapi ada pilar Eropanya," tutur Adrian.

Kebanyakan klien yang menggunakan jasanya merupakan orang yang berpendidikan Barat, sehingga dengan mudah menerima modernisasi sebagai bagian dari hidupnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com