"Anda tidak akan menemukan warna-warni ngejreng di Kampong Glam yang berkultur Melayu dan Arab," ucap dia.
Merujuk pada usaha revitalisasi di negara Singa tersebut, Kuncarsono mengatakan, seharusnya kawasan kota tua diperlakukan sama.
Menurutnya, tidak pernah ada sejarah kultur India di Jalan Panggung. Jika merujuk pada kajian sejarah, kawasan ini adalah Malaische Kamp atau Kampung Melayu.
Dia mencontohkan, sebelum memugar, pemerintah seharusnya membuat mock up desain, berdiskusi dengan pemilik rumah, serta mempertimbangkan masukan dari pakar. Baru kemudian melakukan eksekusi dengan sungguh-sungguh.
"Kota sebesar dan sepenting Surabaya sebaiknya sudah pantas memiliki semacam Design Trust for Public Space, supaya tidak muncul olok-olok yang tidak perlu," kata Kuncarsono.
"Misalnya ada rumah gaya Indisch namun dicat merah dan kuning, sehingga olok-olok mirip kelenteng atau markas brimob," lanjut dia.
Senada dengan Kunarsono, sejarawan dan dosen Departemen Ilmu Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Airlangga, Adrian Perkasa, menyebutkan, bangunan di Jalan Karet mewakili permukiman Tionghoa sedangkan Jalan Panggung mewakili permukiman Melayu dan Arab.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.