Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ingat, Kota Tua Surabaya Bukan "Barbie Pink House Style"

Kompas.com - 16/01/2019, 09:23 WIB
Rosiana Haryanti,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah Kota Surabaya telah menetapkan revitalisasi kawasan kota tua, tepatnya di Jalan Panggung dan Jalan Karet.

Salah satu caranya yang telah dan tengah digiatkan adalah dengan mempercantik wilayah tersebut agar terlihat artistik dan menarik.

Puluhan bangunan yang berada di Jalan Panggung dicat ulang karena kusam. Namun setelah proses pengecatan tersebut, banyak pihak yang merasa kurang sreg karena tidak sesuai dengan konsep yang diberikan.

"Ini kan bukan kampung warna-warni yang dasarnya kampung kumuh. Ini kawasan sejarah, artinya banyak pertimbangan yang bisa dilakukan," ujar pimpinan forum komunitas sejarah, Begandring Soerabaia, Kuncarsono Prasetyo, kepada Kompas.com, Selasa (15/1/2019).

Kuncarsono menambahkan, revitalisasi harusnya jangan diterjemahkan serampangan. Pemerintah kota, lanjut dia, harus lebih serius dan sabar dengan mengikuti kaidah pemugaran paling sederhana.

Dalam catatan yang diunggah di akun Facebook pribadinya, Kuncarsono menulis, pola kerja yang ditunjukkan tak ubahnya kerja bakti kampung.

Pengecatan ulang bangunan tua di sepanjang Jalan Panggung dilakukan secara serampangan. Hampir seluruh bangunan di sepanjang jalan ini dicat dengan warna-warna mencolok.

-Adjie Wahjono -
Dia mencontohkan, salah satu bangunan dengan gaya arsitektur art nouveau era 1920-an yang dicat dengan warna pink mencolok.

"Bangunan art nouveau era 1920-an yang aslinya kaya ornamen, berwarna pastel hangat, tanpa ampun disulap jadi Barbie Pink House Style," ujar Kuncarsono.

Pengecatan rumah dengan warna-warni mencolk itu kemudian diaplikasikan ke puluhan bangunan era kolonial lain di Jalan Panggung.

"Apakah keputusan melabur warna-warni salah? Tidak. Pemkot menyatakan meniru visual kota tua ala shophouse di Singapura, wabilkhusus di Little India yang colorfull," lanjut dia.

Untuk kedua kawasan tersebut, Kuncarsono mengatakan, Singapura sudah melakukan studi kultural desain sebelum merekayasa kawasan bersejarahnya pada periode 1980-1990.

Warna-warni bangunan di Little India yang mencolok misalnya, memang sesuai dengan budaya India yang memang erat dengan festival.

Tak hanya Little India, Kuncarsono juga menyebutkan kawasan Chinatown. Warna yang digunakan lebih beragam, meski hampir semua menggunakan warna pastel yang lebih lembut.

Sementara Kampong Glam, menggunakan warna emas, krem, dan turunannya. Oleh sebab itu, warna-warna ini kerap ditemui di sekitar Masjid Sultan.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau