Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bandara Zaman Hitler Disulap Jadi Ruang Kreatif

Kompas.com - 21/10/2018, 11:00 WIB
Rosiana Haryanti,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Bandara Tempelhof di Berlin yang telah ditutup pada 2008 lalu masih beroperasi hingga kini.

Namun, lahan bekas bandara ini tidak difungsikan sebagai landasan pacu, tetapi sebagai lokasi wisata bagi masyarakat setempat.

Bandara yang dibuka pada tahun 1940-an atau sejak zaman Hitler masih berkuasa ini berubah fungsi menjadi area bermain dan berkumpul penduduk Kota Berlin.

Landasan pacu yang dulunya menjadi tempat lepas landas diubah sebagai arena sepeda dan sepatu roda.

Selain itu, masyarakat juga bisa menikmati pemandangan sekeliling bandara dengan berjalan di sekeliling bandara.

Baca juga: Paul Andreu, Perancang Bandara Internasional Soekarno-Hatta Tutup Usia

Sedangkan bagian dalam bangunan, menjadi ruang pameran privat. Tidak semua pengunjung diperbolehkan masuk ke area ini, dan hanya beberapa orang yang telah mendapatkan izin saja yang boleh memasukinya.

Melansir Architectural Digest, rencananya, bandara ini akan dibuka kembali sebagai tempat pameran dan pertunjukan kesenian.

Masyarakat setempat menyebutnya Berlin Creative District, dan diklaim akan menyerupai New York Meatpacking District atau Brompton Design District di London.

Bangunan yang berada di kawasan bandara ini dibangun dari material batu kapur dan terkenal akan desainnya yang kaku dan simetris. Reinhard Krull/EyeEm Bangunan yang berada di kawasan bandara ini dibangun dari material batu kapur dan terkenal akan desainnya yang kaku dan simetris.
Bangunan yang berada di kawasan bandara ini dibangun dari material batu kapur dan terkenal akan desainnya yang kaku dan simetris.

"Distrik ini menyambut pembukaan kembali bandara sebagai pusat kreativitas di kota," ujar CEO Tempelhof Projekt, Jutta Heim-Wenzler.

Sebelumnya, bandara pernah difungsikan sebagai pangkalan bagi Angkatan Udara Amerika Serikat dari tahun 1942 hingga 1993.

Sedangkan selama perang dingin, tempat ini menjadi satu-satunya bandara yang menghubungkan Berlin Barat dengan dunia luar. Bahkan hanya orang-orang kaya dan terkenal saja yang mampu keluar masuk wilayah ini.

Kini bandara yang juga pernah menjadi hotel bagi tentara AS ini akan disulap menjadi pusat inovasi digital, lengkap dengan ruang kerja komunal bagi perusahaan rintisan, institusi kreatif, dan studio bagi seniman.

Eksterior bandara TempelhofDok. Tempelhof Airport Berlin Eksterior bandara Tempelhof
Tak hanya itu saja, bandara ini juga akan dibuka sebagai museum, tepatnya di hanggar 7. Ruangan ini dulunya pernah menjadi kamp pengungsian.

Museum yang diberi nama Allied Museum ini akan berisi cerita mengenai usaha tentara ghabungan Inggris, Perancis, dan AS dalam menumpas Nazi.

Baca juga: Bandara Changi Hadirkan Jewel, Pusat Ritel Gaya Hidup

Museum ini merupakan pindahan dari Zahlendorf, yang akan dilengkapi dengan pameran alat latihan militer, helikopter, ank, dan pesawat perang di dalam hanggar.

Pada bagian atap sepanjang lebih dari 1,5 kilometer ini akan diubah menjadi ruang pameran sejarah. Ruang ini juga akan diubah menjadi tempat penyelenggraraan berbagai acara serta pesta.

Pembukaan kembali bandara, merupakan bagian dari rekonstruksi bangunan-bangunan bersejarah di Berlin.

Program ini telah berjalan selama dua tahun, dan menghabisan dana sebesar 4,2 juta dollar AS.

Dia menambahkan, pembukaan kembali bandara, akan membuat bangunan ini menjadi wilayah yang dapat diakses oleh setiap orang.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com