Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jakarta Menuju Kota Efisien

Kompas.com - 16/10/2018, 23:19 WIB
Dani Prabowo,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Waktu menunjukkan pukul 07.15 WIB saat Erwin Kusuma (38) menunggu di Peron 1 Stasiun Pasar Minggu Baru, Jakarta Selatan, Senin (15/10/2018).

Sudah lebih dari setengah jam ia berdiri di peron tersebut, berharap ada satu rangkaian kereta rel listrik (KRL) yang agak lengang untuk membawanya ke Stasiun Tanah Abang. Stasiun ini menjadi tujuan transitnya.

Tujuan pria berkaca mata kali ini adalah Stasiun Palmerah, lantaran ia ingin bertemu dengan seorang narasumber di kawasan Slipi sekitar pukul 10.00 WIB.

"Entar aja. Belum terlalu telat," ucap Erwin kepada Kompas.com.

Bagi Erwin, menggunakan transportasi publik seperti KRL jauh lebih menguntungkan daripada harus berjibaku dengan kemacetan ibu kota dengan menggunakan kendaraan roda empat atau roda dua.

Pertama, dari sisi waktu. Ia hanya butuh 45 menit mencapai Slipi dari rumahnya di bilangan Kalibata dalam kondisi lancar.

Sementara, saat menggunakan kendaraan roda dua, waktu yang ditempuh dapat mencapai 1 hingga 1,5 jam. Waktu lebih lama dibutuhkan bila menggunakan kendaraan roda empat atau bus.

Ilustrasi kemacetan jakartaArimbi Ramadhiani Ilustrasi kemacetan jakarta
"Pernah naik Transjakarta itu macetnya bukan main. Dari Halte Pancoran sampai Paramadina di bilangan Gatot Subroto saja butuh waktu 1 jam, saking macetnya," keluh Erwin.

Kedua dari sisi biaya, juga relatif lebih murah. Bila menggunakan kendaraan roda dua ia harus merogoh kocek antara Rp 100.000 hingga Rp 150.000 untuk mengisi tangki motornya dengan BBM Pertamax.

Keuntungan lainnya yaitu dari sisi kesehatan. Erwin tak perlu lagi harus berhadapan dengan asap emisi karbon yang keluar dari knalpot kendaraan.

Hampir di sebagian besar kota-kota di dunia, transportasi publik berbasis rel menjadi andalan masyarakat dalam mobilitas sehari-hari dari titik satu ke titik yang lain. Tak terkecuali Jakarta.

Namun, ada hal yang disayangkan Erwin mengenai KRL ini.

"Jadwalnya kurang pasti. Ada di aplikasi, tapi itu suka telat. Dulu pernah instal aplikasinya, tapi karena tidak pasti akhirnya dihapus aja," ungkap dia.

Suasana Stasiun Palmerah, Jakarta Barat setelah mesin e-ticketing beroperasi normal pada Selasa (24/7/2018).RIMA WAHYUNINGRUM Suasana Stasiun Palmerah, Jakarta Barat setelah mesin e-ticketing beroperasi normal pada Selasa (24/7/2018).
Persoalan lain yaitu bila terjadi kendala saat hujan. Sering kali KRL mengalami gangguan persinyalan, dan berhenti di tengah jalur, sehingga menyebabkan ia harus menunggu dan perjalanan kereta lain pun terganggu.

"Pernah dulu tinggal satu stasiun, dari Stasiun Duren Kalibata mau pulang ke Stasiun Pasar Minggu Baru. Itu tiba-tiba berhenti di tengah. Dan akhirnya terpaksa berdiri setengah jam," kisah Erwin.

Halaman:


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau