KOMPAS.com - Hunian sementara merupakan salah satu solusi jangka pendek untuk mengatasi masalah tempat tinggal bagi warga yang terkena bencana.
Setelah gempa dan tsunami menerjang Sulawesi tengah, dan Sulawesi Barat, pemerintah berencana untuk membangun hunian sementara (huntara) bagi warga.
Selain Indonesia, beberapa negara juga menerapkan solusi ini sebagai salah satu penanganan dampak bencana alam.
Gempa brmagnitudo 8 yang mengguncang Sichuan pada 2008, meluluhlantakkan sebagian besar bangunan di wilayah tersebut. Tercatat, korban meninggal akibat bencana ini sekitar 70.000 jiwa.
Di Kota Beichuan, rumah-rumah mungil seluas lebih dari 3,7 meter persegi dibangun bagi 20.000 korban terdampak bencana.
Baca juga: Lokasi Huntara di Palu Segera Ditentukan
Melansir Telegraph, dinding rumah dibangun dari bahan alumunium. Untuk menghalau panas, dinding rumah dibalut dengan lapisan polystyrene. Pada bagian dalam, terdapat satu buah lampu untuk penerangan.
Namun rumah ini tidak dilengkapi dengan alat pemanas, karena memperhitungkan risiko kebakaran. Hunian sementara ini hanya mampu menampung korban selama enam bulan saja.
Pada Juli 2018, bendungan yang berada di Provinsi Attapeu, Laos jebol. Kejadian ini mengakibatkan sekitar 120.000 warga mengungsi dari rumah mereka.
Komunitas dan masyarakat setempat kemudian membangun rumah sementara bagi para korban.
Mengutip Laoan Times, Sebanyak 12 hingga 14 rumah satu lantai dibangun oleh perusahaan energi setempat.
Salah satu rumah sementara yang dibangun memiliki 10 ruangan. Setiap ruangan mampu menampung empat orang.
Namun hal ini tidak bisa berlangsung lama. Pemerintah Jepang kemudian membangun hunian sementara bagi warga terdampak.
Baca juga: Huntara Dibangun untuk Korban Gempa dan Tsunami
Sebanyak 53.000 rumah prefabrikasi disediakan bagi korban. Rumah yang disebut kasetsu ini merupakan salah satu bagian dari program tanggap darurat pemerintah Jepang. Setiap rumah dibangun dengan luas 29,7 meter persegi.
Melansir Japan Times, rumah ini memiliki beberapa ruangan. Seperti dua buah ruangan tatami, satu buah dapur, dan satu buah kamar mandi.
Rumah sementara ini tidak memiliki ruang khusus yang digunakan sebagai tempat penyimpanan.
Dalam peraturan pemerintah yang disahkan pada 1947, rumah-rumah sementara ini tidak boleh ditempati selama lebih dari dua tahun.
Sebuah rumah kontainer dibangun bagi korban topan Ewiniar di Korea Selatan. Rumah kontainer ini dirancang dengan luas 20 meter persegi.
Uniknya, meski ditujukan sebagai rumah sementara untuk korban bencana, hunian dari kontainer ini mampu bertahan hingga 3 sampai 5 tahun.
Badai tersebut memaksa lebih dari 770.000 penduduk di Louisiana dan Misisipi untuk mengungsi.
Baca juga: Pemerintah Prioritaskan Kualitas Huntap di Lokasi Rawan Gempa
Setelah badai, pemerintah setempat membeli sekitar 145.000 rumah trailer sebagai hunian sementara bagi korban badai.
Rumah trailer ini dapat bertahan hingga beberapa tahun karena terbuat dari rangka besi.
Melansir AOL, rumah ini tidak memenuhi standar untuk ditempatkan sebagai hunian sementara bagi korban badai dan banjir.
Lebih lanjut, rumah trailer ini bahkan menyebabkan beberapa penyakit seperti asma dan masalah pernapasan lainnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.