Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ke Mana Larinya Puing Bangunan Setelah Bencana?

Kompas.com - 01/10/2018, 18:54 WIB
Rosiana Haryanti,
Erwin Hutapea

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Bencana alam selalu menyisakan puing-puing bangunan rusak. Rumah dan bangunan yang turut hancur saat bencana menyisakan potensi material yang cukup besar. 

Sebagai contoh, dalam satu rumah bertembok sederhana terdapat unsur beton sebanyak 22 persen, lalu unsur tembok, lantai, serta genteng sebesar 60 persen. Selain itu, masih ada unsur kayu atau bambu sekitar 18 persen.

Banyaknya sisa bangunan dan material tentu menimbulkan satu pertanyaan, yaitu ke mana larinya sisa reruntuhan tersebut?

Peneliti Pusat Litbang Perumahan dan Permukiman, Badan Penelitian dan Pengembangan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), M Edi Nur, menuturkan, puing bangunan sisa bencana bisa saja menjadi sampah, tetapi ada juga yang masih dapat dimanfaatkan.

"Ada yang menjadi sampah, ada juga yang bisa dimanfaatkan, tergantung bendanya," tutur Edi Nur kepada Kompas.com, Senin (1/10/2018). 

Dalam satu rumah tinggal, ada beberapa jenis reruntuhan yang diperkirakan dapat digunakan kembali, seperti beton, dinding, tembok pasangan bata, kayu, hingga logam.

Sisa reruntuhan tersebut, menurut Edi, dibagi menjadi dua jenis, yakni sampah puing organik dan non-organik.

Edi menuturkan, bahan organik dari reruntuhan bangunan, seperti kayu bekas kuda-kuda atau kayu bekas kusen, masih bisa dipakai asalkan memiliki ukuran yang sesuai untuk struktur rumah.

Material sisa tersebut dipisahkan secara manual dan dihancurkan dengan mesin menjadi serpihan. Serpihan itu lantas diayak, kemudian diolah kembali menjadi material baru.

Material bekas daur ulang ini bisa digunakan sebagai dinding di rumah sederhana ataupun sekat antar-ruang.

Baca juga: Tanggap Bencana di Sulawesi Tengah, IAI Desain Ulang Permukiman Warga

Kerusakan akibat gempa bumi yang melanda, Kota Palu, Sulawesi Tengah, Minggu (30/9/2018). Gempa bermagnitudo 7,4 mengakibatkan ribuan bangunan rusak dan sedikitnya 420 orang meninggal dunia.KOMPAS.COM/KRISTIANTO PURNOMO Kerusakan akibat gempa bumi yang melanda, Kota Palu, Sulawesi Tengah, Minggu (30/9/2018). Gempa bermagnitudo 7,4 mengakibatkan ribuan bangunan rusak dan sedikitnya 420 orang meninggal dunia.
Lantas bagaimana dengan bahan non-organik sisa reruntuhan?

Bahan non-organik seperti batu, kerikil, atau batu bata masih dapat diolah kembali. Sisa reruntuhan itu dipilah, kemudian dimasukkan ke mesin penghancur atau crusher.

Mesin tersebut akan langsung mengubah material bangunan menjadi pasir. Hasil ayakan yang berupa material-material kecil bisa digunakan sebagai agregat bahan bangunan baru, seperti paving block, konblok, atau bata beton.

"Nah, pasir itu secara home industry bisa dimanfaatkan lagi menjadi bahan batu bata, bahan konblok, bahan paving block seperti itu," tutur dia.

Namun, sebelum dapat digunakan, bahan hasil daur ulang harus sudah melalui uji laboratorium untuk memastikan kekuatan serta kualitasnya.

Selain itu, masih ada bahan logam, seperti seng dan besi. Material ini sangat riskan sehingga memerlukan perlakuan khusus. Bahan logam yang masih memiliki bentuk yang baik dapat diolah dan digunakan kembali sebagai bahan bangunan.

"Nah, kalau puing yang sifatnya rangka dan lain sebagainya itu dibuang untuk penimbunan. Jadi harus disingkirkan dari lokasi dan dibuang ke bagian-bagian tanah yang dalam," ucap Edi.

Puing yang tidak bisa digunakan lagi, tambah Edi, masih bisa dimanfaatkan warga untuk peninggian lahan.

"Yang pernah saya lihat ada satu lembah ditimbun menjadi badan jalan hingga bisa menjadi penghubung satu desa ke desa lain," pungkas dia. 

Namun, penimbunan sisa material ini tentunya baru bisa dilakukan setelah mendapatkan persetujuan dari masyarakat setempat.

Selain digunakan dalam peninggian lahan, sisa reruntuhan juga bisa dipakai sebagai material reklamasi.

Baca juga: Pemerintah Janji Kota Palu Bersih dalam Dua Pekan

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau