Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Proyek Strategis Nasional Waduk Sei Gong Dinilai Cacat Hukum

Kompas.com - 13/08/2018, 15:12 WIB
Hadi Maulana,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

BATAM, KOMPAS.com - Peresmian Proyek Strategis Nasional, Bendungan Sei Gong Batam, Kepulauan Riau (Kepri), pyang bertepatan dengan perayaan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan RI, 17 Agustus 2018, terancam gagal.

Pasalnya, sampai saat ini proyek dengan anggaran Rp 1 triliun itu masih menyimpan permasalahan, khususnya terkait dengan para pemilik lahan yang ada di sekitar kawasan Waduk Sei Gong Batam.

Menurut Muhammad Anwar, pengacara warga dari Map Law Firm, belum ada kesepakatan mengenai penyesuaian ganti rugi atau kerohiman.

Baca juga: Penuhi Air Baku Kota Batam, Pembangunan Sei Gong Dipercepat

Sebelum proyek ini dilaksanakan, warga pemilik lahan tidak setuju karena mereka terancam kehilangan mata pencarian sebagai petani yang bercocok tanam selama 30 tahun.

"Bahkan, itu sebelum BP Batam menetapkan wilayah Sei Gong sebagai wilayah BP Batam," tambah Anwa kepada Kompas.com, Senin (13/8/2018).

Bendungan Sei GongKompas.com / Dani Prabowo Bendungan Sei Gong
Hal ini dikuatkan oleh bukti surat yang dikeluarkan oleh Kelurahan Sijantung, serta surat resmi Penghulu (kepada desa) yang diatur dalam UU Desa Nomor 6 Tahun 2014.

"Selain bukti otentik penguasaan dan kepemilikan lahan, warga juga menjelaskan bahwa orang tua (nenek dan kakek) merekalah yang pertama kali masuk dan menggarap Sei Gong dengan izin pemerintah setempat," kata Anwar, Senin (13/8/2018).

Anwar mengaku dari hasil diskusi, wawancara serta penelusuran hukum (legal audit) terhadap permasalahan yang sedang dihadapi warga tani Sei Gong, tim pengacara menemukan kejanggalan dalam proses ganti rugi lahan.

Baca juga: Sudah 77 Persen, Begini Penampakan Bendungan Sei Gong

Semestinya, lanjut Anwar, sebelum SK Gubernur tentang ganti rugi dikeluarkan, Pemerintah setempat mengundang semua warga tani dan menentukan terlebih dahulu nilai kesepakatan yang disetujui.

"Harusnya itu dilakukan sebelum pengukuran lahan warga tani, sehingga tidak terkesan ditutup-tutupi proses ganti ruginya," jelas Anwar.

Lazimnya, proses ganti rugi atas lahan ditentukan dan disepakati terlebih dahulu. Setelah itu, baru dilakukan pemetaan lokasi dan pengukuran.

Bendungan Sei GongKompas.com / Dani Prabowo Bendungan Sei Gong
Hal ini untuk menghindari conflict of interest  para pihak selama dalam dalam proses ganti rugi berjalan.

Oleh karena itu, Anwar menilai proses ganti rugi lahan ini cacat hukum, karena asas tranparansi keadilannya tidak jalan.

"Menurut kami, ganti rugi yang layak dan adil tidaklah hanya sebatas tanaman tumbuh saja. Akan tetapi terhadap lahan (tanah) yang sudah dikuasai dan dimilik oleh klien kami. Dan hal ini sejalan dengan ketentuan Pasal 1963 KUH Perdata," terang Anwar.

Pasal tersebut berbunyi, "seseorang dengan itikad baik memperoleh suatu barang tak bergerak, atas tunjuk dengan suatu besit selama 20 tahun memproleh hak milik atasnya dengan jalan lewat waktu, sehingga seseorang dengan itikad baik menguasai selama 30 tahun memproleh hak milik tanpa dapat dipaksa untuk menunjukkan alas haknya".

Hal serupa ditegaskan juga dalam PP Nomor 24 Tahun 1997 tentang pendaftaran tanah yang intinya berbunyi, "sepanjang tanah tersebut dirawat dan dikelola dangan baik, sehingga terjaga kondisi tanah dan manfaatnya serta membayar PBB maka berhak atasnya untuk memiliki tanah tersebut."

Praktisi Hukum dan Dosen Hukum Lingkungan Subagyo Eko mengatakan, sebaiknya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dan Pemerintah Daerah serta BP Batam meninjau kembali soal SK ganti rugi sebelum waduk diresmikan Presiden Joko Widodo.

Ilustrasi pembangunan bendungan.Kompas.com / Dani Prabowo Ilustrasi pembangunan bendungan.
"Menggigat hak-hak dasar warga tani Sei Gong yang memiliki dan tinggal bercocok tanam selama 30 tahun belum terpenuhi, dikhawatrikan akan timbul gugatan hukum kepada pemerintah. Sehingga proyek tersebut terhenti dan merugikan keuangan Negara," tutur Subagyo.

Lebih jauh dia membeberkan, dari hasil rapat internal tim penguasa hukum warga tani Sei Gong, pihaknya akan mengajak Menteri PUPR), Gubernur Kepri dan Kepala BP Batam untuk meninjau kembali nilai ganti rugi yang telah di SK-kan dengan cara yang adil dan bijaksana.

Selain itu, Subagyo mengaku pihaknya juga akan melayangkan surat somasi atau peringatan kepada BP Batam. Somasi terkait potensi perbuatan melawan hukum dalam proses ganti rugi terhadap sekitar 700 hektar milik warga.

Sementara itu Deputi IV Bidang Pengusahaan Sarana Lainnya BP Batam Eko Budi Supriyanto mengklaim ganti rugi lahan Waduk Sei Gong, sama sekali tidak ada masalah.

Menteri PUPR Basuki Hadimuljono saat mendengarkan paparan terkait progres pekerjaan Bendungan Sei Gong, Jumat (2/3/2018).Kompas.com / Dani Prabowo Menteri PUPR Basuki Hadimuljono saat mendengarkan paparan terkait progres pekerjaan Bendungan Sei Gong, Jumat (2/3/2018).
"Tidak ada masalah, tidak benar informasi ganti rugi cacat hukum. Bahkan sampai saat ini proses pemberian ganti rugi terus dilakukan dan sudah ada beberapa warga yang sudah menerimanya," kata Eko.

Namun begitu, Eko tak mengampik, masih ada warga yang belum mengambil uang ganti rugi, tapi itu bukan karena tidak terima dengan nominal yang diberikan, akan tetapi yang bersangkutan belum sempat ke BP Batam.

"Sekali lagi saya tegaskan tidak ada masalah proses ganti rugi lahan. Karena semua proses ini sesuai dengan prosedur yang berlaku dan sesuai kesepatakan dengan warga terdampak," tambah Eko.

ADapun Waduk Sei Gong dirancang berkapasitas 11,8 Juta meter kubik dengan daya pasok air baku 400 liter per-detik.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com