KOMPAS.com - Tegel semen (cement tiles) kembali dilirik. Material klasik ini banyak dijumpai di rumah-rumah zaman dulu seperti di Yogyakarta.
Meski terkesan kuno, namun bahan pelapis lantai yang terbuat dari campuran semen dan pasir ini menjadi salah satu pilihan dalam dekorasi ruangan.
Salah satu produsen tegel, Sigit Indra, mengatakan tegel di Indonesia sendiri sudah digunakan sejak zaman kolonial Belanda.
“Sudah lama, mungkin teknologinya dibawa ketika era kolonial Belanda. Terlihat dari Keraton Yogyakarta dan Solo yang banyak menggunakan tegel,” ujar Sigit, pemilik usaha Tegel Panjen kepada Kompas.com, Kamis (2/8/2018).
Tegel kembali naik daun dan digunakan dalam berbagai bangunan. Bahkan semua orang kini bisa memanfaatkan tegel untuk berbagai keperluan.
“Masyarakat sudah banyak tahu tentang tegel. Tapi belum untuk karakter, teknik, pemasangan, dan pemeliharaaannya,” kata Sigit.
Kembali populer
Tegel sendiri kini tak hanya dipakai di rumah atau bangunan bergaya vintage, tapi juga bisa digunakan di semua tipe rumah.
“Saya kira tren lawas sedang naik daun. Aliran gaya seperti vintage, retro, dan lawasan banyak dipakai dalam bidang musik, desain grafis, desain produk, termasuk bangunan,” ungkap Sigit.
Seperti halnya gaya, tegel kini juga bisa digunakan di berbagai jenis rumah. Bahkan rumah dengan gaya Skandinavia maupun Industrial juga cocok dihiasi tegel.
Tegel Panjen juga masih mempertahankan motif tradisional dalam produksinya. Tegel dibuat dari campuran pewarna dan semen yang dibentuk menjadi adonan cair.
Campuran semen kemudian dituangkan ke dalam cetakan dan ditaburi semen. Adonan ini lalu dilapisi dengan semen pasir, setelah itu baru dipres dan dijemur.
Kelebihan tegel
Kelebihan tegel lainnya adalah mudah dipasang dibandingkan bahan keramik. Perawatannya juga cukup mudah, bahkan mirip dengan perawatan tegel keramik. Cukup gunakan sapu dan kain pel lembab lalu gosokkan pada tegel.