Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hikayat Betonisasi, dan Paradigma Mengeringkan Jakarta

Kompas.com - 24/07/2018, 21:00 WIB
Dani Prabowo,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

"Berapa sih penduduk Jakarta saat itu? Masih sedikit banget. Berapa banyak ruang terbuka hijau? Buset, banyak banget. Berapa banyak ruang biru, rawa-rawa? Begitu banyak," kata Yu Sing kepada Kompas.com, Selasa (24/7/2018).

"Dalam kondisi ruang biru dan ruang hijau yang begitu banyak, pasti lebih dari 40 persen. Tapi Batavia masih sering kebanjiran," imbuhnya.

Yu Sing menuturkan, penanganan banjir pada masa penjajahan Belanda dan saat ini sebenarnya tidak jauh berbeda. Pemerintah percaya bahwa betonisasi sungai merupakan jalan keluar mengatasi persoalan ini.

Hal itu tidak terlepas dari paradigma pemerintah bahwa menangani banjir berarti mengeringkan Jakarta.

Taman Suropati di Jakarta Pusat.ajourneybespoke.com/Nita Strudwick Taman Suropati di Jakarta Pusat.
"Sekarang, banjir tidak pernah selesai karena kita melawan alam. Melawan alam bisa, tapi sangat mahal," kata dia.

"Bagaimana mungkin bisa menyelesaikan persoalan alam ini terus menerus, bila paradigma menghadapi banjirnya membuat Jakarta kering? Jakarta sebagai kota rawa harus kembali kepada kondisi alaminya sebagai kota air," terang Yu Sing.

Bukan perkara mudah mengembalikan Jakarta sebagai kota air. Namun paling tidak pemerintah dapat memulainya dengan menambah kawasan RTH yang setiap hari kian menipis akibat proses alih fungsi lahan menjadi tempat tinggal atau perkantoran.

Selain itu, dalam merancang desain RTH, Pemprov DKI juga perlu mengacu pada konsep taman hujan (rain garden). Dalam hal ini taman yang dirancang memiliki ketinggian lebih rendah dari jalan.

RPTRA Kalijodo menjadi salah satu lokasi rekreasi libur Natal, Senin (25/12/2017).Ridwan Aji Pitoko/KOMPAS.com RPTRA Kalijodo menjadi salah satu lokasi rekreasi libur Natal, Senin (25/12/2017).
Hal ini berfungsi agar setiap kali hujan turun, air yang mengalir di jalan tidak langsung masuk ke dalam saluran pembuangan untuk dialirkan ke sungai.

"Masukkan dulu ke taman, sehingga taman didesain memiliki porositas yang tinggi. Air meresap sebanyak mungkin ke taman, sisanya baru ke saluran," usul Yu Sing.

Yu Sing menambahkan, kebanyakan RTH yang ada juga mengadopsi konsep mengeringkan Jakarta.

Hal itu terlihat dari banyaknya beton maupun semen yang melapisinya, dengan tujuan pada saat hujan turun air cepat kering.

"Akibatnya taman tidak berfungsi sebagai resapan yang optimal. Dia berfungsi bagi dirinya sendiri sebagai resapan, tetapi tidak membantu berkontribusi mengurangi air permukaan yang begitu banyak," tuntas dia.

 

 

Bersambung

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau