KOMPAS.com - Pada mulanya kaca patri merupakan kegiatan pelengkap yang berasal dari Eropa. Seni kaca patri sudah dikenal sejak abad ketiga Masehi.
Seni kaca patri merupakan kerajinan tangan yang mesti dikerjakan dengan ketelitian, kehati-hatian, dan penuh dedikasi serta kesabaran.
Namun penggunaan bahan ini secara masif baru dimulai sejak abad ke-12, ketika zaman Gotik mengalami masa kejayaan. Pada masa ini, kaca patri identik dengan jendela pada gedung-gedung gereja.
Baca juga: Perjalanan Panjang si Kaca Patri
Di Indonesia seni kaca patri muncul sejak zaman Kolonial Belanda. Pada masa itu seni kaca patri menjadi ornamen penting yang tak terpisahkan dari arsitektur bangunan, mulai dari tempat ibadah, rumah, museum, perkantoran, stasiun kereta api, hingga istana raja.
Di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, atau Semarang, seni kaca patri masih bisa dinikmati di banyak bangunan kuno yang mengusung gaya art deco.
Pembuatan kaca patri di Bandung marak ketika Pemerintah Kolonial pada waktu itu ingin membangun miniatur kota Paris, yakni pada tahun 1920 hingga 1930-an.
Pada waktu itu, kaca patri mengalami kejayaan, bersamaan dengan pembangunan kota Bandung secara modern.
Sebut saja Gedung Sate, karya arsitek J Gerber, Hotel Homman yang dirancang AF Aalbers dan RA de Wal, lalu ada Vila Isola kaya Prof Wolff Schoemaker yang juga menggunakan material ini untuk memperindah tampilan bangunan.
Perancangnya, Ir Mclaine Pont sengaja menggunakan warna putih, sehingga sinar matahari dari luar bisa masuk dan menambah suasana menjadi lebih terang tanpa merasa panas ataupun silau.
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan