KOMPAS.com - Kaca patri atau stained glass merupakan bahan yang sering ditemui di gedung-gedung tua. Material ini terbuat dari kaca yang direkatkan dengan kaca lain sehingga menjadi mozaik yang indah.
Pada bangunan tua, kaca patri merupakan salah satu pelengkap yang hampir tak pernah ditinggalkan. Material ini biasanya digunakan pada jendela kecil diatas jendela (bovenlicht) dan jendela yang terdapat di kulit bangunan.
Awal Mula
Pada mulanya kaca patri merupakan kegiatan pelengkap yang berasal dari Eropa. Seni kaca patri sudah dikenal sejak abad ketiga Masehi.
Namun penggunaan bahan ini secara masif pada jendela, terutama jendela-jendela gereja baru dimulai sejak abad ke-12, ketika zaman Gotik mengalami masa kejayaan.
Harian Kompas, 20 April 1991, mencatat pada mulanya kaca patri hanya digunakan di gedung-gedung gereja.
Alasannya karena gereja menghadap ke Timur. Sehingga pada saat matahari terbit, sinarnya akan masuk melalui kaca dan memberikan aneka bias warna-warni pada ruangan.
Pada zaman itu hampir semua bangunan besar dan megah menggunakan kaca patri sebagai hiasan utama.
Jendela rumah di Inggris dan Perancis banyak menggunakan material ini sebagai hiasan. Sejak abad ini, kaca patri sudah menjadi bagian dari seni kerajinan sekaligus arsitektur.
Jendela kaca tersebut biasanya kaya akan warna-warna cemerlang seperti biru, hijau zamrud, merah delima, dan kuning. Penggunaan kaca patri sangat populer karena menambah rasa sejuk dan nyaman dalam ruangan.
Penempatan kaca patri lazimnya berhadapan langsung dengan arah datangnya sinar matahari, sehingga memberikan efek tiga dimensional.
Kaca Patri menempati urutan panjang sesuai dengan perkembangan teknologi, termasuk dalam teknik pembuatannya.
Pada abad ke 12, kaca yang digunakan sangat tebal dan terbuat dari besi bebas silika. Besi tersebut kemudian dicampur dengan sisa soda atau garam abu serta kapur.
Campuran tersebut kemudian dipanaskan pada temperatur 3 ribu derajat Fahrenheit. Jika ingin membuat warna, maka ditambahkan oksida metalik.
Penemuan alat pemotong kaca yang terbuat dari bahan intan pada abad ke-16, praktis membuat kaca patri lebih cepat dibuat sehingga biayanya pun menjadi lebih murah.
Meski demikian, pembuatan kaca patri tidak mudah seperti yang dibayangkan. Ini karena bentuk kaca yang diinginkan tidak selalu dalam garis lurus.
Kaca yang berbentuk melengkung misalnya, membutuhkan kehati-hatian agar tidak pecah saat dipotong.
Sebelum membuat, perajin harus menggambar sketsa atau desain yang diinginkan. Setelah disetujui, barulah dibuat desain dengan ukuran 1:1. Kaca yang digunakan kemudian dipotong berdasarkan ukuran tersebut.
Selanjutnya adalah menyambung tiap kaca. Ada beberapa cara yang digunakan agar setiap kaca dapat tersambung sempurna.
Pertama dengan potongan kaca diselipkan pada cetakan dari timah hitam berpenampang yang berbentuk saluran dengan penampang seperti huruf “H”, yang disebut “lood”.
Teknik ini membutuhkan kecermatan dan ketelitian agar kaca bisa dibentuk sesuai keinginan.
Untuk memperkuat sambungan, digunakan pateri. Baru setelah itu, kaca didempul dengan semen khusus agar tidak bergerak dan tahan terhadap cuaca. Di beberapa tempat, dempul diganti dengan lem plastik atau kaca.
Selain itu, kaca juga bisa disambungkan dengan cara dilukis atau dengan teknik pembakaran. Teknik ini dikenal dengan nama teknik enamel.
Bahkan LC Tiffany, seorang desainer kaca terkenal Amerika juga turut mengenalkan teknik penyambungan kaca dengan lembaran tembaga, yang kemudian dipatri menjadi timah putih.
Kini, teknik penyambungan kaca patri cukup beragam, mulai dari penggunaan kuningan, tembaga, atau seng.
Masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan. Kuningan misalnya, akan tampak kuning berkilat sehingga terkesan mewah. Sedangkan timah akan memberikan kesan klasik pada kaca.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.