Bangunan-bangunan tradisional Bali biasanya bersifat terbuka atau setengah terkurung dengan mengandalkan pertukaran udara serta pencahayaan yang bebas dari luar.
Kecuali untuk Meten atau bangunan yang terletak di bagian Utara pekarangan. Bangunan ini memang tertutup rapat karena diperuntukkan bagi tempat tidur anak-anak gadis keluarga Bali.
Model bangunan yang terbuka merupakan bentuk keserasian arsitektur Bali dengan alam sekitar.
Perbedaan rumah Bali
Arsitektur tradisional Bali tidak hanya mengenal pembagian suatu pekarangan rumah atau desa menjadi Utama, Madia, dan Nista (Tri Angga) saja.
Ketiga Angga tersebut juga diterapkan pada arah mata angin. Pada rumah tradisional masyarakat Bali Selatan, letak tempat persembahyangan adalah di arah Timur atau Utara atau sudut antara kedua arah tersebut.
Sedangkan di Bali Utara, tempat persembahyangan menghadap ke arah Selatan atau Timur.
Satuan ukuran rumah tradisional Bali
Arsitektur tradisional Bali juga mengatur tata letak satu bangunan dengan bangunan lainnya, termasuk mengatur ukuran setiap bangunan.
Semua ukuran tersebut berasal dari tubuh manusia pembuatnya. Ukuran tersebut dibagi menjadi beberapa jenis yaitu: