SINGAPURA, KOMPAS.com – SMRT selaku operator mass rapid transit (MRT) Singapura mengalami turbulensi bisnis. Perusahaan merugi besar seiring anjloknya jumlah penumpang.
Sebagaimana dilaporkan Channel News Asia, Senin (2/7/2018), SMRT mencatat kerugian setelah pajak senilai 86 juta dollar Singapura (setara Rp 905 miliar) untuk periode 2018 yang berakhir 31 Maret lalu.
Padahal, pada periode yang sama tahun sebelumnya, SMRT mampu meraup laba setelah pajak sebesar 26 juta dollar Singapura (setara Rp 274 miliar).
Menurut SMRT, rontoknya keuangan tak lepas dari menurunnya jumlah penumpang. Data terbaru menunjukkan, MRT Singapura kehilangan hingga 15 juta penumpang, dari sebelumnya 768 juta orang tahun lalu menjadi 753 juta orang saat ini.
Baca juga: Bos MRT Singapura Mengundurkan Diri
Sementara di tengah melorotnya jumlah penumpang, biaya operasional justru kian membengkak.
Biaya operasional MRT Singapura naik dari 785 juta dollar Singapura tahun lalu menjadi 838 juta dollar Singapura pada 2018.
Lonjakan biaya operasional disumbang oleh tingginya biaya pemeliharaan akibat menuanya jaringan kereta serta stasiun.
Musababnya, ujar dia, adalah seringnya kereta mengalami gangguan. Bahkan, layanan MRT Singapura sempat lumpuh 20 jam akibat banjir pada Oktober lalu.
Baca juga: Banjir Hingga Tabrakan, Ini Catatan Kasus MRT Singapura Tahun 2017
Lee berjanji, MRT Singapura berupaya semaksimal mungkin mengatasi gulungan permasalahan.
“Belajar dari peristiwa terowongan banjir pada 7 Oktober 2017, kami terus memperkuat proses kerja dan pengawasan di setiap lini organisasi,” tuntasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.