Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hampir 25 Persen Upah Buruh untuk Kontrak Rumah

Kompas.com - 01/05/2018, 12:30 WIB
Dani Prabowo,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Di tengah tingginya angka beban kebutuhan hidup yang harus dikeluarkan, ubesaran pah masih menjadi isu utama yang dituntut para buruh pabrik.

Jangankan untuk memenuhi kebutuhan papan, berpikir untuk mememenuhi kebutuhan sandang, pangan dan pendidikan anak pun mereka anggap merupakan sebuah beban yang berat.

Tak heran bila pada peringatan Hari Buruh Sedunia atau May Day Rabu (1/5/2018) ini, persoalan tersebut kembali didengungkan oleh ratusan ribu massa yang mengikuti aksi long march menuju Istana Negara.

Baca juga : Perumahan untuk Buruh Tanggung Jawab Pemerintah

Mereka menuntut agar pemerintah mencabut PP Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan yang dinilai memberatkan.

"Memang ada kenaikan (upah) 10 persen setiap tahunnya, tetapi kan kami tidak bisa nego ke Depnaker (Kemenaker)," kata Agung salah seorang peserta aksi dari Federasi Perjuangan Buruh Indonesia kepada Kompas.com.

Pria yang sudah bekerja selama 16 tahun sebagai buruh pada salah satu pabrik pengolahan makanan di Kabupaten Bekasi itu menyebut, upah yang diterimanya sekitar Rp 3,9 juta setiap bulan.

Dengan angka tersebut, tentunya masih sangat memberatkan bila buruh masih harus dihadapkan pada keharusan membayar sewa rumah setiap bulannya.

Sekadar informasi, di sekitar kawasan tempat ia bekerja, harga sewa rumah berkisar antara Rp 850.000 hingga Rp 950.000 per bulan.

Sementara, untuk sewa kos-kosan, tarifnya dipatok antara Rp 600.000 hingga Rp 700.000 per bulan.

"Hampir 25 persen dari gaji. Belum lagi sembako dan lain-lain," tambah Agung.

Tuntutan serupa disampaikan Ketua Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI) wilayah Jakarta, Dwi Harto.

Menurut dia, munculnya PP 78/2015 hanya memperlemah posisi buruh dalam memperjuangkan upah yang lebih layak.

"Outsourcing manusia, buruh kontrak hingga saat ini masih menjadi hantu yang menakutkan bagi kaum buruh, dimana buruh tidak mempunyai masa depan yang jelas serta upah yang jauh dari layak," tutup Dwi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau