Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Yusa Cahya Permana
Perencana Transportasi

Perencana transportasi lulusan Departemen Teknik Lingkungan dan Sipil, Universitas Gajah Mada (UGM) dan Institute for Transport Studies, University of Leeds, Inggris. 

Yusa juga merupakan Co-Founder Forum Diskusi Transportasi Jakarta (FDTJ). Saat ini bekerja sebagai Konsultan Transportasi dan menjabat Ketua Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) DKI Jakarta.

 

Kota, Angkutan Umum, Kendaraan Pribadi, dan Dilema Transportasi

Kompas.com - 07/02/2018, 08:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorHilda B Alexander

Di sisi lain, opsi pergerakan ini membutuhkan komitmen keuangan, kebijakan dan politik pemerintah baik di level daerah maupun pusat. Tak lupa pula komitmen untuk merancang dan merealisasikan berdasar rencana jangka panjang dan didukung tahapan jangka pendek dan menengah secara disiplin.

Harus diakui hal di atas menyebabkan hubungan dilematis di bidang transportasi di berbagai kawasan perkotaan di Indonesia. Bahkan sangat besar kemungkinan terjadi hingga kawasan pinggiran kota serta pedesaan.

Oleh karena itu, kejelasan serta ketegasan sikap pemerintah sebagai regulator adalah harga mati. 

Memang benar kendaraan pribadi tidak akan dapat sepenuhnya digantikan oleh angkutan umum. Namun perlu diingat, pembiaran ketergantungan terhadap kendaraan pribadi adalah hal yang harus sangat dihindari.

Pemerintah, baik di level daerah hingga pusat harus bisa menanggalkan baju politik dan kepentingan golongan ketika melayani rakyatnya serta berkomitmen dalam menjalankan perencanaan jangka menengah dan panjang.

Harus diakui, hal ini mungkin tidak mudah dijalankan di Indonesia di mana belum ada jaminan jelas agar oknum kepala daerah tidak berkutat lebih mengutamakan jargon politik, pencitraan pribadi dan kelompok serta golongan tertentu ketimbang realisasi program jangka panjang serta kebutuhan riil masyarakat.

Kemacetan di Jalan Mampang Prapatan dari arah Mampang menuju Kuningan, Jakarta Selatan, Minggu (8/3/2015). Kemacetan di sejumlah ruas jalan Ibu Kota dan kota sekitarnya terjadi tidak hanya pada hari kerja, tetapi juga saat libur akhir pekan. KOMPAS/PRIYOMBODO Kemacetan di Jalan Mampang Prapatan dari arah Mampang menuju Kuningan, Jakarta Selatan, Minggu (8/3/2015). Kemacetan di sejumlah ruas jalan Ibu Kota dan kota sekitarnya terjadi tidak hanya pada hari kerja, tetapi juga saat libur akhir pekan.
Masyarakat adalah pengguna, tidak seharusnya masyarakat dibiarkan menjadi korban dilema yang bersifat politis. Pelibatan swasta dalam penyediaan dan pengelolaan angkutan umum harus mulai didorong.

Skema subsidi angkutan umum yang tepat sasaran harus dibuat berdasar data kependudukan yang akurat. Penggunaan dan kepemilikan kendaraan pribadi harus diatur dengan jelas.

Manajemen lalu lintas serta pengaturan ruang parkir harus diatur dengan konsep pengutamaan angkutan umum. Pedestrian serta pengurangan ketergantungan terhadap kendaraan pribadi serta mendorong penggunaan angkutan umum.

Hal terakhir dan terpenting adalah pemerintah daerah hingga pusat harus dapat lepas dari kepentingan kelompok serta golongan tertentu. Kebijakan yang diambil harus jelas, berkelanjutan tidak bersifat “asal beda” atau cenderung jargon semata agar bangsa ini tidak terjebak dalam dilema transportasi berkepanjangan.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau