NEW YORK, KOMPAS.com – Akhir pekan lalu bisa jadi merupakan momen kurang menggembirakan bagi peritel minuman tersohor, Starbucks. Kondisi paceklik bisnis mulai menyengat kedai kopi asal Amerika Serikat itu.
Data statistik terbaru mengonfirmasi melambatnya pertumbuhan bisnis Starbucks. Penjualan Starbucks per akhir 2017 hanya bertumbuh dua persen, masih di bawah ekspektasi sejumlah analis.
Selan itu, saham Starbucks (SBUX) juga melorot hampir enam persen per akhir pekan lalu imbas pengumuman turunnya pertumbuhan tahunan gerai kopi tersebut.
Baca juga: Starbucks Hadapi Masa Suram
Sejumlah pengamat di Negeri Paman Sam memprediksi, pelanggan diperkirakan mulai jenuh dengan sajian menu yang disajikan Starbucks.
Persaingan bisnis minuman juga semakin ketat, sejumlah gerai mampu menjual kopi dan minuman lainnya dengan harga lebih rendah dari Starbucks.
Chief Executive Officer (CEO) Starbucks Kevin Johnson pun punya alasan tertentu terkait lesunya penjualan Starbucks.
Menurut Kevin, melambatnya bisnis Starbucks tidak lepas dari kurang suksesnya penjualan suvenir akhir tahun dan penawaran spesial yang tak mampu menarik minat pelanggan.
Masalah lain yang dipandang sebagai penyebab temaramnya penjualan adalah ketidakmampuan Starbucks untuk menarik pelanggan baru.
Pertumbuhan penjualan di gerai Starbucks cenderung berasal dari belanja pelanggan lama yang lebih banyak, bukan dari hasil meluasnya segmentasi pasar.
Investor tentunya punya pandangan tersendiri mengenai kondisi di atas. Sejak Kevin Johnson mengambil alih posisi CEO dari Howard Schultz pada 2017, saham Starbucks sesungguhnya mulai beranjak sejak saat itu.
Nilai S&P 500 (indeks gabungan saham di Amerika Serikat) Starbucks naik lebih dari 20 persen. Akan tetapi, angka itu masih lebih rendah jika dibandingkan Dunkin’ Donuts dengan 25 persen atau pun McDonald’s yang melonjak 35 persen.
Terbuka lebar
Di balik suatu nestapa, tentunya ada hikmah yang dapat dipetik. Menatap masa depan adalah jalan terbaik untuk bangkit.
Starbucks punya modal kuat untuk kembali garang. Penjualan di China bisa menjadi titik terang. Data menunjukkan, penjualan Starbucks di Negeri Panda merekah.