Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Anomali Ritel Modern Indonesia

Kompas.com - 05/11/2017, 14:42 WIB
Dani Prabowo

Penulis

Dana alokasi tersebut, menurut dia, sedianya dapat dimanfaatkan untuk pembangunan wilayah sehingga menciptakan lapangan pekerjaan baru dan menumbuhkan sektor perekonomian di daerah.

Namun, lambannya serapan membuat produktivitas di wilayah rendah sehingga tidak memberikan hasil bagi masyarakat. Masyarakat yang tidak menerima manfaat dari dana alokasi tidak akan mampu berbelanja di ritel.

"Itulah yang kita sebut anomali ritel modern di indonesia," tuntasnya.

Daring belum berpengaruh

Kendati pertumbuhan teknologi informasi cukup pesat dalam lima tahun terakhir, Roy meyakini,  pertumbuhan ritel daring tidak menjadi penyebab utama banyakya toko ritel konvensional tutup.

Ia mengutip data AT Kearney yang menyebut kontribusi ritel daring Indonesia terhadap produk domestik bruto (PDB) yang masih di bawah 2 persen saat ini.

"Ritel modern masih 54 persen kontribusi dari PDB. Jadi bukan merupakan sesuatu yang menggerus offline," katanya.

Hal serupa, menurut dia, juga terlihat pada kondisi ritel di luar negeri. Di Amerika Serikat, misalnya, segmen ritel daring baru sekitar 12,4-12,5 persen kontribusinya. Sementara China baru nyaris mencapai 11 persen.

"Jadi apa yang terjadi, online belum menggerus offline. Tetapi, apa yang terjadi pertumbuhannya memang signifikan. Tetapi magnitudenya, dampaknya, belum signifikan," ujarnya.

Daripada mengkhawatirkan keberadaan ritel daring, Roy mengatakan, pemerintah sebaiknya membuat regulasi yang mengatur sistem belanja daring yang sampai saat ini belum ada.

Hal ini untuk memberikan playing field yang lebih adil antarsesama pengusaha ritel. Mulai dari aturan terkait Standar Nasional Indonesia (SNI) yang harus dipenuhi, sistem pembayaran, hingga pajak.

"Kami berharap apa yang kami lakukan dapat diperhitungkan, dapat dilihat regulator untuk dapat berpihak kepada kita. Apa yang kami inginkan? Sederhananya, playing field yang sederhana dengan online," ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com