Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kecelakaan Tol Paspro Makan Korban, Bisakah Waskita Dipidana?

Kompas.com - 31/10/2017, 09:09 WIB
Dani Prabowo

Penulis

Dari informasi sementara, ia menambahkan, korban berada di bawah girder saat proses pemasangan dilakukan. Secara prosedural, menurut dia, hal itu tidak diperbolehkan.

"Tapi saya tidak mau berandai-andai (atas peristiwa itu)," kata dia.

Ketua Himpunan Ahli Konstruksi Indonesia Davy Sukamta menilai, peristiwa kecelakaan itu tak semestinya terjadi.

Pekerjaan konstruksi yang dilakukan Waskita dalam pelaksanaan proyek tersebut relatif sederhana, bila dibandingkan proyek lain seperti Mass Rapid Transit (MRT) Jakarta atau flyover Cipulir.

Davy pun menduga ada kecerobohan yang dilakukan Waskita saat pekerjaan dilaksanakan.

Kendati demikian, untuk memastikan apakah ada dugaan pelanggaran atau tidak, hal itu sepenuhnya menjadi ranah aparat penegak hukum.

"Jadi memang harus diurut karena harus tahu persis kondisi lapangan saat pemasangan itu gimana," kata dia saat dihubungi KompasProperti, Senin (30/10/2017).

Sementara itu, ia menambahkan, bila mengacu UU Jasa Konstruksi maka kontraktor pelaksana tidak dapat dijerat pidana, bila kegagalan konstruksi terjadi saat pekerjaan masih berlangsung.

"Kalau soal pidana tidak diatur. Tapi kalau ada yang meninggal, cukup berat jadi masalah," ujarnya.

Mantan Direktur Jenderal Bina Konstruksi Yusid Toyib, sebelumnya juga pernah mengatakan hal senada. Kegagalan konstruksi tidak dapat dipersoalkan, kecuali saat bangunan sudah selesai dan ditemukan adanya kegagalan.

"Kalau ada kegagalan konstruksi, polisi dan jaksa tidak masuk kecuali dalam pelaksanaan konstruksi ada pidana, ada orang meninggal, operasi tangkap tangan, itu lain," ujar Yusid saat Sosialisasi Undang-undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi, di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Jakarta, Kamis (9/3/2017).

Menurut Yusid, dalam dunia konstruksi ada kontrak yang mengikat antara kedua belah pihak, yakni pengguna dan penyedia jasa.

Tim Lafor Mabes Polri Cabang Surabaya melakukan penyelidikan sekaligus investigasi ambruknya grider flayover tol Pasuruan-ProbolinggoKOMPAS.com/Moh.Anas Tim Lafor Mabes Polri Cabang Surabaya melakukan penyelidikan sekaligus investigasi ambruknya grider flayover tol Pasuruan-Probolinggo

Jika saat proses konstruksi ditemukan ketidaksesuaian dengan apa yang ada di dalam kontrak, maka penyelesaiannya tidak di pengadilan.

"Paling tinggi di arbitrase. Tapi, sebelum itu, kita lakukan mediasi, konsiliasi. Sebelum itu juga dibuat dewan sengketa untuk mengakurkan kedua belah pihak," sebut Yusid.

Dewan sengketa dibentuk oleh kedua belah pihak, berdasarkan kesepakatan sejak pengikatan jasa konstruksi.

Sementara itu, lanjut Yusid, jika terjadi kegagalan bangunan saat proses konstruksi selesai, polisi juga tidak serta-merta masuk dalam masalah tersebut.

Nantinya, dari Kementerian PUPR bisa membentuk dewan penilai, untuk menilai siapa yang bertanggung jawab atas kegagalan tersebut, apakah pengguna jasa, penyedia jasa, atau ada faktor alam.

"Polisi nanti tinggal menerima hasil dari dewan penilai untuk menindaklanjuti masalah," kata Yusid.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau