JAKARTA, KompasProperti - Lesunya bisnis properti di Indonesia berdampak signifikan, sekaligus mengubah peta transaksi jual beli apartemen di situs daring atau online.
Jika dalam rentang 2010-2014 transaksi jual beli apartemen menemui garis keseimbangan atau ekuilibrium, berbeda halnya dalam kurun 2015-2017.
Menurut Chief Commercial Officer OLX Indonesia Agung Iskandar, apartemen yang dijual lebih banyak, ketimbang yang terbeli atau tersewa.
"Komposisinya sekarang terbalik. Mereka yang memasang iklan apartemen 70 persen, atau naik 7 persen dari tahun lalu. Sementara yang mencari hanya 30 persen," ungkap Agung menjawab KompasProperti, saat temu media di Jakarta, Kamis (19/10//2017).
Agung menuturkan, OLX Indonesia mencatat 100 unit apartemen yang diiklankan per hari. Dari total listing ini, hanya 30 persen yang terjual atau tersewa.
"Ini kami sebut liquidity rate, 30 persen. Meski hanya segini tapi terhitung baik karena properti merupakan barang mahal atau big ticket item yang harganya ratusan juta rupiah," sebut Agung.
Sementara secara total keseluruhan jumlah properti yang terjual di OLX Indonesia sebanyak 53.000 unit per tahun dari beragam jenis.
Meski jumlah apartemen yang dipasarkan meningkat, namun harga rata-rata justru menurun. Saat ini harga rata-rata sekitar Rp 500 juta. Artinya, apartemen dengan rentang Rp 300 juta hingga Rp 700 juta-lah yang banyak ditawarkan.
Agung mengatakan, apartemen-apartemen yang dibangun di pinggir kotalah yang mendominasi listing OLX Indonesia terkini. Apartemen ini diperuntukan bagi kalangan masyarakat menengah ke bawah.
"Hal ini berbeda dengan kondisi tiga atau lima tahun sebelumnya harga rata-rata apartemen sekitar Rp 1,5 miliar untuk kelas menengah atas," sebut Agung.
Selain itu, lanjut dia, untuk masa-masa perlambatan seperti sekarang ini, agen properti kalah agresif dalam memasarkan apartemen yang akan dijualnya. Jumlah mereka hanya 30 persen dibandingkan pemasar individual atau pemilik langsung yang mencapai 70 persen.
Fenomena inilah yang disebut Associate Director Research Colliers International Indonesia Ferry Salanto sebagai buyer's market, masa di mana penawaran lebih banyak ketimbang permintaan.
Dari total pasokan apartemen baru sebanyak 15.277 unit, yang terserap 85,6 persen. Padahal, jumlah pasokan ini jauh lebih rendah ketimbang proyeksi Colliers pada awal tahun sekitar 21.167 unit.
Kondisi ini, menurut Ferry, membuat investor menahan uangnya. Sementara bagi pembeli end user, kesulitan untuk membeli karena terbentur tingginya uang muka atau down payment (DP) dan cicilan per bulan.
Dia menjelaskan, ada dua pasar yang aktif yakni kelas menengah ke bawah yang sensitif terhadap DP dan cicilan per bulan serta suku bunga Bank Indonesia.
Kedua adalah kelas menengah atas yang merupakan investor. Mereka akan berpikir ulang untuk membeli apartemen baru terlebih bila pasar sewa juga belum pulih seperti saat ini.
"Harga sewa sekarang kan pakai Rupiah, sehingga kalau mereka sudah punya apartemen, sedangkan rental market belum bangkit, untuk apa beli lagi?," kata Ferry.
Pasar kelas menengah dan menengah atas ini sangat rentan dengan situasi politik dan ekonomi karena ekspektasi mereka adalah apartemen yang dibeli dapat mengembalikan uang investasi.
"Jadi, kalau tidak menghasilkan, buat apa beli," cetus dia.
Colliers memprediksi, banyak proyek yang mundur penyelesaiannya karena penualan seret. Hingga akhir 2018, ekspektasi pasokan mencapai 34.043 unit.