JAKARTA, KompasProperti - Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) kembali didesak untuk meninjau kembali rencana penerapan kebijakan transaksi non tunai di jalan tol.
Kebijakan yang mendukung Gerakan Nasional Non Tunai itu akan efektif dilaksanakan di seluruh ruas tol pada 31 Oktober 2017.
"Tolong Pak Menteri tinjau ulang peraturan menteri tentang pembayaran tol dengan omatisasi. Karena itu pasti publik akan gugat secara serius, dan UU Mata Uang kita sampai saat ini belum dicabut," kata anggota Komisi V DPR Nizar Zahro saat rapat kerja dengan Kementerian PUPR di Kompleks Parlemen, Kamis (12/10/2017).
Menurut politisi Gerindra itu, kebijakan tersebut berpotensi melanggar UU Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang yang masih berlaku hingga kini. Pasalnya, UU tersebut tidak mengatur kartu tol elektronik sebagai salah alat pembayaran yang sah.
Selain itu, Nizar menilai, pemerintah terlalu dini dalam menerapkan kebijakan ini. Ia pun membandingkan Indonesia dengan China yang memiliki tol lebih panjang, namun tidak seluruh ruasnya diterapkan sistem pembayaran otomatis.
"Cina sebagai mitra Indonesia punya tol ribuan kilo masih memakai tenaga manusia, hanya 20 persen pakai tenaga otomatisasi, sedangkan Indonesia baru punya tol 575 kilometer pakai otomatisasi," kata dia.
Nizar khawatir, kebijakan pembayaran non tunai ini akan berdampak pada pemutusan hubungan kerja (PHK) dalam jumlah besar terhadap petugas gardu tol.
Menanggapi kritik tersebut, Menteri PUPR Basuki Hadimuljono mengatakan, elektronifikasi sistem pembayaran di gerbang tol merupakan bagian dari kebijakan Bank Indonesia.
Adapun surat keputusan yang diterbitkan Kementerian PUPR hanya menjadi landasan kerja bagi Badan Usaha Jalan Tol (BUJT) untuk mengalihkan sistem pembayaran itu.
"Tapi yang namanya GNNT itu dari BI," kata Basuki.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.