JAKARTA, KompasProperti - Polemik reklamasi Teluk Jakarta kembali mencuat setelah Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan memastikan pembangunan pulau-pulau rekayasa di utara ibu kota ini dapat dilanjutkan.
Baca: Reklamasi Teluk Jakarta Dilanjutkan, Ini Pertimbangan Pemerintah
Luhut juga telah mengeluarkan surat keputusan pencabutan sanksi administrasi bagi pengembang pulau C, D, dan G.
Dalam keterangannya, Luhut menjelaskan, seluruh pihak dilibatkan dalam kajian reklamasi tersebut. Pengawasan dan evaluasi dilakukan oleh PT PLN, PT Nusantara Regas, dan PT Pertamina Hulu Energi (PHE).
Keputusan ini mendapat tanggapan keras dari para aktivis penentang reklamasi. Mereka mempertanyakan penerbitan hak pengelolaan lahan (HPL) Pulau C dan D di Teluk Jakarta, terutama penerbitan HGB Pulau D untuk PT Kapuk Naga Indah.
Direktur RUJAK Center for Urban Studies Elisa Sutanudjaja mengatakan dengan diberikannya hak pengelolaan tersebut ada hak tiba-tiba keluar tanpa ada dasar, basis, dan kajian lingkungan.
"Proyek reklamasi seharusnya didahului dengan kajian pemanfaatan lingkungan. Kajian ini nantinya dijadikan Perda sebagai dasar hukum," kata Elisa.
Baca: Ini Kejanggalan HGB Pulau D Menurut Para Penentang Reklamasi
Pembahasan Perda reklamasi sendiri terhenti sejak anggota DPRD DKI Jakarta Sanusi terciduk akibat menerima suap dari pengembang terkait Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara.
Atas polemik ini, Ketua Umum Ikatan Ahli Perencana (IAP) Bernardus Djonoputro mengatakan, meski secara teknis, reklamasi lazim dilakukan di seluruh pesisir dunia, namun harus menjadi opsi terakhir dari upaya revitalisasi dan peremajaan kota (urban regeneration).
Selain itu, reklamasi harus dipastikan akan mendukung program tata ruang yang tercantum dalam rencana tata ruang wilayah (RTRW), rencana detail tata ruang (RDTR), dan peraturan zonasi (PZ) untuk regenerasi kota serta menyediakan ruang lebih banyak untuk pembangunan rumah rakyat.
"Reklamasi harus menjadi opsi terakhir. Reklamasi harus dipastikan mendukung tata ruang, karena biaya reklamasi mahal, sehingga membutuhkan kajian matang tentang ekologis dan lingkungan," ujar Bernie, sapaan akrab Bernardus, kepada KompasProperti, Senin (9/10/2017).
Kendati demikian, lanjut dia, karena reklamasi sudah masuk dalam RTRW Jakarta 2030, dilanjutkannya proyek ini tidak melanggar aturan.
Namun, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta harus mampu meyakinkan masyarakat melalui kajian komprehensif pembangunan reklamasi ke depan.
"Juga Pemprov DKI Jakarta diharapkan mengikuti aturan dan izin terkait, berada pada koridor yang tepat dan untuk kesejahteraan masyarakat," imbuh Bernie.
Kegiatan reklamasi juga, dinilai Bernie, tidak memerlukan peraturan daerah (perda) khusus reklamasi. Cukup perda RDTR/PZ dan Rancang Kota atau urban design guide lines (UDGL).
PT Agung Podomoro Land Tbk (APLN) melalui anak usaha PT Muara Wisesa Samudera selaku pengembang Pulau G sendiri memilih untuk mengikuti keputusan pemerintah dan mendukungnya.
"Kita tidak ingin berkomentar dulu. Kita ikut keputusan pemerintah, dan mendukungnya," kata CEO PT Muara Wisesa Samudera Halim Kumala.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.