Mirisnya, banyak kaum urban di Jakarta tak mengetahui atau nekad tinggal di atas tanah secara ilegal. Tempat tinggal mereka berdiri di atas tanah negara atau pihak lain. Tak sadar, setiap saat mereka bisa menjadi gelandangan karena rumah mereka digusur.
Tentu saja, suasana menegangkan itu tampaknya tidak akan mereda selama jumlah penduduk Jakarta terus melesat. Jumlah tersebut tampaknya bakal terus melonjak, karena harapan masyarakat kepada Jakarta sebagai gerbang menuju kehidupan lebih baik masih tinggi.
Ya, meski dalam skala lebih kecil, kenaikan jumlah penduduk yang signifikan juga akan terjadi di kota besar lain seperti Surabaya, Medan, Bandung, dan Makassar. Maklum, kota-kota itu juga memperoleh promosi gratis dari para sinetron-sinetron layar kaca yang banyak menjual kemewahan.
Krisis
Kehidupan yang makin keras di Jakarta pada dasarnya terkait erat dengan kesenjangan yang melebar antara kemampuan kota memasok kebutuhan hidup sehari hari. Di antaranya, yang paling mencolok, adalah ketimpangan antara pasok listrik dan air bersih, pembuangan sampah, ruang terbuka hijau, dan transportasi umum yang menjadi kebutuhan masyarakat.
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) telah mengingatkan bahwa ketimpangan tersebut, bila jumlah penduduk terus meroket, akan membuat Indonesia terperangkap krisis pangan dan energi.
Jakarta adalah kota paling berisiko karena daya tariknya tak kunjung pudar. Berbagai persoalan yang terus muncul dan membebani Jakarta akan semakin berat dan rumit, bahkan terbilang makin melewati ambang batas kemampuannya untuk berkembang.
Pertanyaannya, bila tak cepat diatasi, tak khawatirkah kita bahwa Ibukota Indonesia ini bisa tumbuh menjadi kota "terkejam" di Asia, atau bahkan dunia?
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.