Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berpikir Lari dari "Neraka" Jakarta...

Kompas.com - 24/08/2017, 11:16 WIB

KompasProperti - Nyaris, makin berkurang kenyamanan dan keamanan hidup di Jakarta, meskipun itu di dalam rumah. Berapa banyak orang bunuh diri  dengan cara lompat dari gedung tinggi?

Berapa banyak kasus pembegalan? Perampokan yang kejam? Itu belum bicara kebakaran dan kemacetan yang makin menambah stres!

Banyak orang telah berkorban harta dan nyawa, atau setidaknya terluka karena sering terjadi kebakaran besar di tengah malam atau diserang kawanan perampok dan begal yang makin merajalela.

Menurut statistik Dinas Kebakaran dan Penanggulangan Bencana Provinsi DKI Jakarta, tahun lalu saja terjadi 1.139 kasus kebakaran. Penyebab utamanya adalah korsleting listrik.

Korban tewas 20 orang, 3.618 keluarga (11.719 orang) menjadi korban, harta benda yang hangus bernilai Rp 212 miliar, dan ratusan rumah hangus terbakar.  

Apakah itu salah satu pemicu semakin tingginya angka penderita stres dan gangguan jiwa di Jakarta? Kita bisa melihat, jumlah penderita gangguang jiwa yang berkeliaran di jalan terus bertambah.

Tahun lalu Dinas Sosial Pemda DKI Jakarta menjaring 2.283 penderita sakit jiwa di jalanan. Angka itu sudah meningkat 668 orang dari tahun sebelumnya.

Ibarat puncak gunung es, angka itu bisa jadi akan bertambah. Ini belum termasuk para penderita gangguan jiwa yang sesungguhnya jauh lebih tinggi, karena sebagian besar dari mereka dirawat sendiri oleh keluarganya dan tak tercatat di dinas Sosial.

Kendaraan bermotor terjebak dalam kemacetan di Kawasan Slipi, Jakarta Pusat, Kamis (06/12/2012). Pemprov DKI Jakarta akan menerapkan konsep pembatasan kendaraan bermotor melalui metode pelat nomor genap-ganjil sebagai solusi mengatasi kemacetan di ibu kota. BERITA KOTA/ANGGA BN Kendaraan bermotor terjebak dalam kemacetan di Kawasan Slipi, Jakarta Pusat, Kamis (06/12/2012). Pemprov DKI Jakarta akan menerapkan konsep pembatasan kendaraan bermotor melalui metode pelat nomor genap-ganjil sebagai solusi mengatasi kemacetan di ibu kota.
Layak huni?

Tingkat stres hidup di perkotaan sangat tinggi. Itu kenyataan yang ada di Jakarta. Persaingan hidup semakin keras, dan tekanan semakin tinggi.

Data Departemen Kesehatan bahkan menyebut jumlah pasien gangguan jiwa di DKI Jakarta adalah yang terbanyak. Mencapai 2,03 persen dari jumlah penduduk di Indonesia.

Direktur Bina Upaya Kesehatan Jiwa Kementerian Kesehatan Eka Viora kepada media pernah menyebutkan bahwa masyarakat di kota besar stres akibat menghadapi beban dan tuntutan kerja, sedangkan di kota kecil karena persoalan ekonomi, seperti kemiskinan atau sulitnya mencari kerja.

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) menyebutkan 6 persen masyarakat Indonesia yang berumur lebih dari 15 tahun mengalami gangguan mental emosional. Mereka yang rentan mengalami gangguan mental emosional adalah orangtua, perempuan, berpendidikan dan berpenghasilan rendah, dan tinggal di kota.

Kementerian Sosial kesulitan memetakan penyandang disabilitas mental dan gangguan psikotik.

"Masih banyak anggota keluarga yang menyembunyikan keadaan tersebut,” kata Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau