Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Harun Alrasyid Lubis
Ketua Umum Masyarakat Infrastruktur Indonesia (MII)

Harun berpengalaman sebagai profesional di bidang akademik, kegiatan penelitian, dan konsultasi selama tiga puluh tahun. Tercatat pernah bekerja sebagai konsultan di PT LAPI ITB, dan perusahaan milik negara, Asian Development Bank (ADB), INDII dan Bank Dunia di bidang kebijakan, dan perencanaan transportasi, operasi, keuangan dan institusi, mencakup transportasi perkotaan dan nasional.

Selain dosen di ITB, Harun menjabat ketua umum Masyarakat Infrastruktur Indonesia (MII), dan Infrastructure Partnership and Knowledge Center (IPKC)

Biaya Kemacetan Pembangunan Tol Jakarta-Cikampek Membengkak Rp 15 T

Kompas.com - 17/08/2017, 09:40 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorAmir Sodikin

Asumsi nilai waktu diambil rerata wilayah Jakarta, Bekasi, Karawang, Bandung yakni Rp 30 ribu per jam. Angka Rp 30.000 per jam adalah asumsi biaya tenaga kerja produktif per jam. Angka ini sudah termasuk moderat, setara dengan gaji Rp 6.000.000 per bulan. 

Dengan asumsi itu, maka pemborosan tahunan diperkirakan mencapai Rp 7,8 triliun, sehingga selama masa pembangunan (direncanakan selama 24 bulan) pemborosan sumber daya waktu dan BBM membengkak sebesar Rp 15,6 triliun. Terkait perhitungan teknis angka-angka ini, penulis bisa menguraikannya dalam tulisan terpisah. 

Sumbangan pemborosan kemacetan diperkirakan 65 persen berasal dari pembangunan tol elevated, 20 persen dari LRT, dan 5 persen dari Kereta Cepat Jakarta–Bandung, sedangkan 10 persennya berasal dari pekerjaan perbaikan jalan.

Kemacetan bisa diatasi jika masyarakat terutama pengendara kendaraan pribadi mengubah perilaku berkendaranya sehari-hari. Ini hanya bisa, bila tersedia pelayanan angkutan umum yg menarik dan terjangkau.

Baca juga: Jasa Marga Berencana Batasi Truk Melintas di Tol Jakarta-Cikampek

Di koridor Jakarta-Cikampek, seharusnya kebijakan fokus saja dulu mengembangkan jaringan dan layanan angkutan umum dengan target mengubah perilaku para komuter.

Kebijakan membangun elevated toll menihilkan semua itu, sehingga pola perilaku komuter diperkirakan tidak berubah dan kemacetan tetap akan menjadi ritual sehari-hari.

Tak lama setelah selesai pembangunan menurut pengalaman akan terjadi equilibrium baru, kemacetan tetap menjadi ritual sehari-hari, akibat pertumbuhan dan tidak terkendalinya tata ruang sepanjang wilayah yg dilalui koridor tol.

“Bukankah LRT sedang dibangun dalam koridor yang sama, juga jalan tol Bekasi- Cawang- Kampung Melayu red.) sedang dibangun?”

Selain meningkatkan jaringan dan layanan angkutan umum, keterpaduan operasi jaringan jalan dan jalan tol juga dapat mengurangi kemacetan dengan memberlakukan ramp-metering di pintu-pintu masuk jalan tol, juga menerapkan keterpaduan transaksi tol non-tunai antaroperator tol yang berbeda dan bersebelahan.

Membangun jalan tol layang menuju tengah kota jangan sampai menular ke koridor tol Jagorawi dan Tangerang. Bila ini terjadi, maka lengkaplah sudah jaringan jalan dan jalan tol Jabodetabek menjadi ritual harian pemborosan BBM.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com