Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Di Balik Apresiasi Terhadap Tol Trans-Jawa, Masih Ada Pekerjaan Besar

Kompas.com - 28/06/2017, 15:05 WIB
Haris Prahara

Penulis

JAKARTA, KompasProperti - Pembangunan infrastruktur jalan tol Indonesia menuai pujian dari warga negara tetangga, Malaysia. Lantas, apakah betul infrastruktur jalan tol Indonesia sudah sedemikian baik?

Baca: Netizen Malaysia Puji Pembangunan Tol Trans-Jawa

Pengamat infrastruktur dari Universitas Indonesia, Wicaksono Adi, mengatakan, apresiasi terhadap Tol Trans-Jawa merupakan awal yang baik untuk mendorong pemerintah bekerja lebih cepat.

"Infrastruktur yang sudah ada mesti ditingkatkan lagi untuk mengejar ketertinggalan dengan negara lain, termasuk Malaysia," ujar Wicaksono saat berbincang dengan KompasProperti, Rabu (28/6/2017) siang.

Wicaksono menuturkan, sesungguhnya rancangan desain Tol Trans-Jawa telah dimiliki pemerintah Indonesia sejak beberapa dekade silam. Akan tetapi, eksekusinya cenderung lambat.

"Perbedaannya adalah pemerintah yang sekarang punya komitmen dan keberanian untuk mengeksekusi rancangan yang sudah ada," ungkapnya.

Wicaksono menilai, paling tidak ada dua hal utama yang membuat pembangunan Tol Trans-Jawa dapat dieksekusi cepat pada era pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

KOMPAS.com / Roderick Adrian Mozes Kendaraan pemudik terpantau ramai keluar di Gerbang Tol Salatiga, Salatiga, Jawa Tengah, Rabu (21/6/2017). Pemudik berasal dari Jalan Tol Bawen-Salatiga yang sudah difungsionalkan pada H-7.
Pertama, terpenuhinya aspek pendanaan. "Investor saat ini berani masuk karena Presiden telah mengatakan secara jelas bahwa fokus utama pemerintahannya adalah pembangunan infrastruktur," kata Wicaksono.

Kedua, sisi regulasi. Menurut Wicaksono, langkah pemerintah dalam membuat terobosan pembebasan lahan selayaknya diapresiasi.

Jika dahulu pembebasan lahan menjadi tanggung jawab kontraktor, saat ini pembebasan lahan dilakukan oleh entitas khusus di bawah Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Entitas tersebut adalah Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT).

"Itu membuat kontraktor fokus melakukan konstruksi fisik, sedangkan masalah pembebasan lahan yang rumit dan lintas sektoral diambil alih pemerintah," urainya.

Lebih lanjut, ia mengatakan, pembangunan Tol Trans-Jawa selayaknya dituntaskan hingga dampaknya dirasakan masyarakat luas.

"Memang rencana jangka panjang Tol Trans-Jawa itu bukan untuk pemudik, tetapi yang lebih krusial adalah distribusi logistik," tegas dia.

KOMPAS.com / GARRY ANDREW LOTULUNG Suasana Simpang Susun Bandar di Tol Kertosono-Mojokerto, Jawa Timur, Minggu (18/6/2017). Tol Kertosono-Mojokerto termasuk dalam jaringan Tol Trans-Jawa dan Jalan tol ini dirancang sepanjang 40,5 kilometer.
Tol Trans-Jawa saat ini memang telah cukup mampu mengakomodasi kebutuhan mudik, meskipun masih ada standar keselamatan jalan yang harus dipenuhi lagi.

Ke depannya, Tol Trans-Jawa dapat memberi dampak positif seperti pemerataan ekonomi bagi warga sekitar tol. Biasanya, dampak akan terasa 1 atau 2 tahun setelah tol beroperasi.

Sebagai informasi, warganet atau netizen Malaysia memberikan tanggapan positif terhadap pembangunan jalan bebas hambatan atau Tol Trans-Jawa di Indonesia.

Komentar positif itu ada pada unggahan akun Facebook @blogjalanrayamalaysia. Akun ini menulis tentang Jalan Tol Semarang-Solo yang merupakan bagian dari Tol Trans-Jawa.

Baca juga: Apa yang Baru dari Tol Trans-Jawa saat Mudik 2017?

Pembangunan infrastruktur Indonesia, tulis @blogjalanrayamalaysia, tak lagi terpusat di kota-kota besar di Pulau Jawa tetapi sudah menyebar di beberapa kota kecil lain.

Nah, kondisi itu berbeda 180 derajat dengan Malaysia. Di negeri Jiran itu, tulis @blogjalanrayamalaysia, pembangunan jalan tol dinilai selalu kental urusan politik.

Kurangnya jumlah SDM

Namun, di balik apresiasi terhadap Tol Trans-Jawa, Wicaksono memberi catatan bahwa masih ada aspek yang mesti dikejar pemerintah.

KOMPAS.com/GARRY ANDREW LOTULUNG Hari pertama fungsionalisasi ruas Rembang-Bangil yang merupakan bagian dari Jalan Tol Gempol-Pasuruan sepanjang 8 kilometer di Surabaya, Jawa Timur, Senin (19/6/2017). Sepekan jelang Lebaran 2017 Tak banyak kendaraan yang melintas, dan masih terlihat sepi.
Hal tersebut adalah kurangnya jumlah tenaga sumber daya manusia (SDM) di bidang pembangunan infrastruktur, khususnya tenaga teknis lapangan.

Saat ini, jumlah tenaga teknis lapangan di Indonesia diperkirakan sekitar 7.000 orang. Padahal, kebutuhan ideal mencapai 10.000 orang per tahunnya.

"Ini menjadi sorotan agar pemerintah mengurangi gap tersebut. Caranya bisa dengan mencari formula baru akselerasi lulusan baru untuk segera bekerja," papar Wicaksono.

Kebutuhan SDM tersebut sedemikian mendesak bila kita membandingkan kondisi infrastruktur kita dengan negara tetangga, khususnya di bidang jalan tol.

Sebagaimana diwartakan KompasProperti, Kamis (30/3/2017), panjang tol di Malaysia mencapai 3.500 kilometer.

Capaian tersebut jauh di atas jalan tol Indonesia yang baru sepanjang 984 kilometer hingga awal 2017 ini. Padahal, pemerintah menargetkan dapat membangun 1.060 kilometer jalan tol dan akan beroperasi pada 2019 atau rata-rata 200 kilometer per tahun.

Wicaksono menyarankan, ada baiknya pemerintah Indonesia meniru upaya Thailand dalam membangun infrastruktur jalan tol. Thailand mampu membuat jalan tol yang tak terpusat di kota-kota besar saja.

"Mereka memiliki jalan tol yang merata dari Bangkok ke utara dan selatan. Ini model bagus yang bisa kita tiru," pungkasnya.

Kompas Video Para pengguna jalur Tol Ruas Solo-Sragen wajib waspada dikarenakan terdapat 54 Persimpangan dengan jalur warga.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau