JAKARTA, KompasProperti - Karya-karya arsitektur perempuan yang menjadi Google Doodle hari ini memang tak biasa, untuk tidak dikatakan istimewa. Bahkan, beberapa di antaranya memicu pandangan pro, dan kontra.
Sebut saja, stadion sepak bola Al Warkah di Qatar yang dianggap sebagian orang mirip dengan alat kelamin wanita.
Baca: Ini Dia Sembilan Karya Arsitektur Kontroversial Sepanjang Masa
Namun, perempuan kelahiran 31 Oktober 1950 ini tetap bergeming dan melanjutkan rekam jejaknya dengan memproduksi karya luar biasa lainnya.
Kita kemudian mendapati goresan arstistiknya di Jepang, Amerika Serikat, Uni Emirat Arab, dan berbagai negara lainnya terkait megaproyek ikonik sekaligus menantang kesadaran para arsitek dunia akan kehadirannya.
Baca: Arsitek Jepang Protes Stadion Olimpiade Karya Zaha Hadid
Atas kiprahnya ini, The Royal Institute of British Architects (RIBA) sampai perlu mengakui telah berbuat kesalahan selama 180 tahun dengan mengenyampingkan perempuan.
RIBA kemudian menebusnya dengan memberikan penghargaan tertingginya, Medali Emas RIBA Royal, kepada mendiang Zaha Hadid, yang notabene adalah perempuan.
Zaha menjadi wanita pertama yang memperoleh penghargaan tertinggi dari RIBA tersebut.
"Berbicara sebagai salah satu dari tiga presiden yang pernah memimpin RIBA, merupakan hal luar biasa tahun 2016 ini dipilih wanita pertama pemenang Royal Gold Medallist," kata Duncan kepada para tamu saat makan malam penghormatan bagi Zaha.
Terpilihnya Zaha, lanjut Duncan merupakan sebuah realisasi dari usaha keras seorang wanita untuk mencapai puncak tertinggi dalam keprofesian arsitek dunia.
Pemberian penghargaan tertinggi RIBA kepada Zaha diakui Duncan merupakan sebuah keterlambatan yang harusnya bisa dilakukan dari tahun 2014.
Siapa Zaha?
Pendiri Archigram, Peter Cook menggambarkan Zaha sebagai "heroin" dan hasil kerjanya sebagai sesuatu yang istimewa.
"Pekerjaannya meskipun penuh bentuk, gaya, dan perangai tak terbendung, memiliki kualitas yang sebagian dari kita mungkin menyebutnya sebagai mata sempurna. Selama tiga dekade dari sekarang ia telah membuat sesuatu yang berani," tambahnya.
Sementara arsitek Indonesia, Daliana Suryawinata dalam laman Facebook-nya mengenang Zaha sebagai pahlawannya saat dia mengawali studi arsitektur di bangku kuliah.
"Dia menunjukkan kepada dunia, sangat mungkin bermain dengan arsitektur, memperlakukannya sebagai seni dan obyek serta mendorong ke tingkat pencapaian yang lebih tinggi," ujar Daliana.
Dia melanjutkan, Zaha adalah tokoh legendaris langka yang karyanya akan terus hidup dan layak dikenang sepanjang masa.
Budi menganggap Zaha sebagai diva arsitektur. Semangatnya akan tetap hidup dalam seluruh karyanya.
"Dia berjuang melalui caranya sendiri sebagai perempuan arsitek," imbuh Budi.
Kontroversi
Kendati kerap ditahbiskan sebagai diva, ratu, dan juga maestro, bahkan kemampuan fenomenalnya yang disejajarkan dengan Frank Gehry, Zaha tak lepas dari kontroversi.
Dia pernah berseteru secara terbuka dengan para arsitek Jepang terkait rancangan Stadion Nasional Tokyo yang akan dijaddikan sebagai venue utama Olimpiade 2020 mendatang.
Karya Zaha dianggap terlalu besar, rumit, dan mahal serta tidak mencerminkan budaya Jepang. Atas tuduhan tersebut, terang saja Zaha berang dan balik menuding para arsitek Jepang sebagai sekumpulan orang munafik.
Zaha merasa diperlakukan tidak adil mengingat dirinya merupakan pemenang kompetisi desain stadion tersebut yang diselenggarakan dua tahun silam.
"Sayangnya pemerintah Jepang dan beberapa orang dari profesi yang sama dengan saya dari Jepang telah berkolusi untuk menutup pintu proyek pembangunan stadion dari mata dunia," kata Hadid.
Tak hanya sekali karya Zaha mengundang kontroversi. Sebelumnya, rancangan Stadion Piala Dunia Qatar 2022 dinilai tak lebih sebagai "vagina" dalam bentuk berbeda.
Menurut Zaha, penilaian tersebut tidak masuk akal, bahkan mendiskreditkan jender tertentu.
"Benar-benar memalukan bahwa mereka bisa muncul dengan omong kosong seperti ini. Apa yang mereka katakan? Segalanya dengan lubang adalah vagina? Benar-benar bodoh," ungkapnya.
Al-Wakrah Stadium di Doha, Qatar. Stadion tersebut dibuat oleh Zaha Hadid untuk event Piala Dunia 2022 di Qatar.
Zaha menambahkan bahwa komentar seperti ini tampaknya tidak akan muncul jika arsitek yang merancangnya bukan dia, melainkan seorang laki-laki.
"Jujur saja, tidak akan muncul komentar ini jika seorang laki-laki yang melaksanakan proyek ini...." Sayangnya, Zaha tidak menyelesaikan kalimat tersebut.
Dalam jagat maya, komentar mengenai karya Zaha ini memang berhamburan. Stadion yang akan menjadi pusat perhatian pada Piala Dunia 2022 mendatang sudah mulai terkenal pada 2013.
Populer
Proyek Zaha yang paling populer di antaranya adalah Aquatic Centre Olimpiade London 2012, Heydar Aliyev Center di Baku, Azerbaijan, dan Museum MAXXI di Roma, Italia.
Berkaitan dengan apresiasi RIBA, Zaha mengatakan bangga bisa menjadi wanita pertama yang menerima penghargaan tersebut.
"Kita sekarang sudah banyak melihat arsitek wanita di dunia dan itu bukan satu hal yang mudah," tambahnya.
Proyek-proyek lainnya yang turut menjadi portofolio luar biasa Zaha adalah Rumah Opera Guangzhou di China (2010), Dongdaemun Design Plaza di Korea Selatan (2014), dan Museum Corones Gunung Messner di Italia (2015).
Selain RIBA Royal Gold Medal, penghargaan Zaha lainnya adalah Pritzker Prize, the Republic of France's Commandeur de l'Ordre des Arts et des Lettres, Japan's Praemium Imperiale, and is a Dame Commander of the Order of the British Empire, dan dua kali Penghargaan Stirling.
Kini Zaha telah tiada, direnggut serangan jantung pada Kamis (31/3/2016) yang membatasi usia fisik dan karyanya hingga 65 warsa.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.