TETANGGA itu adalah sebuah kata yang penuh arti. Dalam sebuah lingkungan kota, dia berstatus tetangga saya. Predikat saya pun sama, tetangga dia.
Tilik pengalaman saya bertetangga.
Ketika tetangga sebelah saya selama bertahun-tahun meninggalkan konstruksi rumah setengah jadi tepat menempel di pagar rumah saya, apa yang harus saya lakukan sebagai tetangga?
Tetanggaku sulit dihubungi karena entah di mana. Lalu, siapa yang harus membabat rumput liar yang mulai menjadi sarang nyamuk itu?
Ketika ada kulit-kulit kering bersisik bertebaran tanda ada kehidupan ular di situ, siapa yang paling panik? Dan ketika angin meniup puing-puing sebelah bertebaran ke rumah lain, apa yang harus saya lakukan sebagai tetangga?
Kehidupan bertetangga mungkin adalah salah satu fitur kehidupan perkotaan yang paling melekat pada manusia. Sebagai makhluk sosial, tetangga adalah keniscayaan.
Maka dalam konteks cerita di rumah saya di atas, sayalah yang harus membersihkan ular, memotong sarang nyamuk, menjaga keamanannya. Apakah saya rela, atau pamrih? Perlu bertanya pada rumput yang bergoyang.... seperti kata Ebiet.
Dalam konteks Nusantara, tetangga pun memiliki fungsi hakiki dan strategis di setiap warga negara.
Banyak perihal kemanusiaan terjadi dalam level tetangga (neighborhood). Dari mulai interaksi remaja yang menghasilkan persemaian cinta monyet, sampai berjodoh membangun keluarga.
Dari perkelahian antarlorong, petualangan malam di lokasi layar tancap misbar (gerimis bubar), sampai perselingkuhan di taman sebelah yang lebih hijau rumputnya.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.