JAKARTA, KompasProperti - Pasangan pemenang Pilkada DKI Jakarta versi hitung cepat (quick count) Anies Baswedan-Sandiaga Uno diminta segera merealisasikan janjinya di sektor perumahan semasa kampanye.
Program utama Anies-Sandi dalam sektor perumahan adalah uang muka atau down payment (DP) 0 Rupiah yang sangat dinanti-nanti segenap warga DKI Jakarta.
Bahkan, Dosen Kelompok Keahlian Perumahan Permukiman Sekolah Arsitektur Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan (SKPPK) Institut Teknologi Bandung (ITB), Jehansyah Siregar menilai program tersebut telah menimbulkan harapan besar bagi masyarakat tidak mampu untuk bisa memiliki rumah.
"Pasangan ini sejatinya telah memberi harapan bagi masyarakat golongan bawah dalam memenuhi kebutuhan tempat tinggal murah dan layak huni. Oleh karena itu, mereka harus menepati harapan itu," kata dia kepada KompasProperti, Rabu (19/4/2017).
Baca: Anies-Sandi Diminta Tunaikan Janji Sediakan Rumah Murah Layak Huni
Untuk mengingatkan publik akan janji Anies-Sandi terkait program DP 0 Rupiah, KompasProperti kembali memaparkan apa dan bagaimana program tersebut.
"Kalau harga rumah Rp 350 juta maka masyarakat DKI Jakarta harus bayar DP Rp 52 juta dan itu yang mau kami hilangkan, kami ringankan," kata Anies.
Di dalam situs jakartamajubersama.com dijelaskan siapa saja penerima manfaat program DP 0 rupiah tersebut, yakni warga DKI Jakarta kelas menengah bawah dengan penghasilan total mencapai sekitar Rp 7 juta per bulan dan belum memiliki rumah atau properti sendiri.
Termasuk dalam kategori ini adalah para pekerja informal yang tidak bankable karena pendapatannya tak menentu layaknya para pekerja formal.
Program DP 0 rupiah ini juga diprioritaskan bagi masyarakat yang telah menjadi warga DKI Jakarta dalam kurun waktu tertentu misalnya lima tahun dengan dibuktikan sejak kepemilikan KTP DKI.
Ilustrasi atau skema yang dicontohkan dalam situs tersebut adalah dengan pokok pinjaman tanah dan bangunan sebesar Rp 350 juta maka dalam keadaan normal konsumen harus membayar DP 15 persen dari itu sekitar Rp 53 juta.
"Hal ini tentu memberatkan. Dengan demikian, DP tersebut tidak perlu dipenuhi oleh konsumen, namun “ditalangi” oleh pemprov dan konsumen melunasinya dalam cicilannya," tulisnya.
Namun, syarat yang mesti dipenuhi untuk mendapatkan fasilitas tersebut adalah di antaranya warga DKI Jakarta, kredit untuk rumah pertama, dan digunakan sebagai rumah tinggal.
Konsumen tercatat selama enam bulan terakhir telah menabung sebesar Rp 2,3 juta per bulannya di Bank DKI. Ini untuk membuktikan jika konsumen mampu membayar cicilan dan sekaligus juga bisa membayar Rp 2,3 juta ketika mengikuti program.
Syarat terakhir adalah melampirkan bukti penghasilan bagi konsumen dari kalangan pekerja formal dan melampirkan keterangan penghasilan yang ditandatangani lurah bagi pekerja informal.
Strategi
Anies-Sandi pun sadar dengan segala risiko yang bisa muncul dalam program DP 0 Rupiah.
Oleh sebab itu, dia juga telah memaparkan strategi-strategi apa yang bakal digunakan untuk setidaknya tetap menjaga agar program tersebut bisa terus berjalan.
Pertama, bekerja sama dengan perusahaan penjaminan seperti Askrindo dan atau Jamkrindo untuk penjaminan KPR.
"Pemprov DKI membayar premi penjaminan atas KPR yang disubsidi atau yang menjadi program Pemprov DKI. Melalui kebijakan ini maka bank penyalur akan terbantu dan mengurangi risiko kerugian dalam menyalurkan KPR DP 0 rupiah," tambah Anies-Sandi di situs tersebut.
BLU tersebut memiliki empat fungsi, yakni mengadakan perumahan rakyat untuk memenuhi kebutuhan sektor perumahan DKI Jakarta terutama rumah susun.
Kemudian, memudahkan warga pemilik rumah program Pemprov DKI Jakarta untuk menjual rumahnya.
Anies memprediksi hal itu bisa saja terjadi karena adanya peningkatan taraf hidup dan bertambahnya anggota keluarga sehingga ingin memiliki tempat tinggal lebih baik lagi.
Berikutnya berperan sebagai pengelola aset berbentuk rumah ketika terjadi kegagalan pembayaran yang dilakukan oleh pemilik.
"Keempat yakni menjual atau menyewakan aset berbentuk rumah di bawah pengelolaan BLU," sebut mereka.
Target
Satu hal yang perlu masyarakat DKI Jakarta perhatikan adalah target Anies-Sandi dalam pemenuhan rumah dalam program DP 0 Rupiah.
Itu artinya, jika dipukul rata DP rumah adalah Rp 52 juta seperti disebut Anies, maka alokasi APBD yang harus digelontorkan Pemprov DKI Jakarta senilai Rp 67,6 triliun.
Sebagai informasi, APBD Pemprov DKI Jakarta pada 2017 yang telah disahkan mencapai Rp 70,191 triliun.
Ini artinya nyaris 96,5 persen APBD DKI Jakarta terserap untuk DP Rumah. Jika dibuat lebih kecil lagi, maka angka backlog tersebut bisa dibagi lima tahun kepemimpinan gubernur di DKI Jakarta.
Untuk bisa mengurangi backlog tersebut, setiap tahunnya Pemprov DKI Jakarta mesti menyubsidi 260.000 unit rumah dengan alokasi dana mencapai Rp 13,52 triliun atau sekitar 19,26 persen dari APBD 2017 DKI Jakarta.
Namun, di situs jakartamajubersama.com, Anies-Sandi mengasumsikan untuk mengurangi backlog 300.000 unit rumah saja sehingga targetnya per tahun sebanyak 50.000 keluarga atau individu DKI Jakarta.
Lebih lanjut dalam situs tersebut dijelaskan, jika penyaluran subsidi program DP 0 rupiah tersebut dilakukan setiap tahun maka dalam lima tahun backlog perumahan di Jakarta berkurang dari sekitar 300.000 unit menjadi 50.000 unit saja atau berkurang 83 persen.
Dengan kata lain, program DP 0 Rupiah belum bisa dipastikan menjawab atau menghilangkan backlog rumah di DKI Jakarta.
Selain itu, Jehansyah juga menilai program DP 0 Rupiah tidak serta merta bisa menjadi jawaban atas semua permasalahan sektor hunian dan perumahan di Jakarta. Pasalnya, DP 0 persen adalah untuk rumah komersial dengan skema rumah milik.
Sementara, yang perlu dikembangkan adalah ragam pilihan hunian, baik rumah umum dan rumah swadaya dengan skema rumah sewa maupun hak pakai jangka panjang.
Jadi perlu konsep penataan bantaran sungai Jakarta secara komprehensif. Bagaimana menata kampung kumuh, bagaimana memukimkan kembali, serta penyediaan kawasan baru dan rumah susun sewa (rusunawa) baru.
Tidak sekadar melihat masalah ini dengan solusi pembiayaan DP 0 persen. Anies-Sandi harus bisa menghadirkan keterpaduan antar-sektor seperti permukiman, pertanahan dan pengairan, maupun keterpaduan antar-tingkatan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI dan pemerintah pusat.
Selain itu Anies-Sandi perlu segera menyiapkan kapasitas organ-organ Pemprov DKI untuk menyelenggarakan program yang komprehensif dan terpadu secara profesional.
Jakarta perlu memiliki lembaga seperti Housing and Development Board (HDB), dan Urban Redevelopment Authority (URA) yang berjalan di Singapura.
"Kedua lembaga pemerintah ini dikenal sangat profesional dan bekerja dengan dedikasi yang tinggi untuk kota-kota yang berkelanjutan," ucap dia.
Jadi, kata Jehansyah, DP 0 persen seharusnya tidak dijadikan sebagai program utama, melainkan digunakan jika diperlukan saja.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.