Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
PARIWISATA

Malaysia "Musuh Utama" Indonesia

Kompas.com - 30/03/2017, 18:30 WIB
Ridwan Aji Pitoko

Penulis

JAKARTA, KompasProperti - Menteri Pariwisata Arief Yahya menegaskan sektor pariwisata Indonesia masih kalah dari negara-negara lain yang berada di Asia Tenggara.

Kekalahan itu disebut Arief lantaran pengembangan industri pariwisata Indonesia belum tersinergi dengan baik antar kementerian yang terlibat, termasuk dalam pengembangan infrastrukturnya.

Arief mengambil contoh Thailand yang membangun pariwisatanya dengan Thailand Incorporated atau dengan sinergi kuat antar-kementerian.

"Kelemahan pariwisata kita ini adalah kurang Indonesia Incorporated, ego-ego antar-kementerian masih besar dan itu mesti diubah menjadi sebuah sinergi kesatuan," kata Menteri Pariwisata Arief Yahya, saat membuka Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Pariwisata I-2017 di Hotel Borobudur Jakarta, Kamis (30/3/2017).

Mengubah hal tersebut diakui Arief merupakan perkara gampang dengan hanya menyamakan persepsi terkait "musuh" Indonesia dalam sektor pariwisata.

Arief dengan tegas menyebutkan Malaysia sebagai "musuh utama" Indonesia di sektor pariwisata.

Sedangkan Thailand, dianggap sebagai professional competitor yang diibaratkannya sebagai Bali-nya ASEAN.

Salah hal yang membuat Indonesia kalah dari Malaysia adalah soal konektivitas penunjang pariwisata, baik dari udara maupun darat.

Arief menjelaskan, konektivitas udara Indonesia masih lemah dan harus ditingkatkan kualitasnya karena 90 persen kedatangan wisatawan mancanegara (wisman) menggunakan transportasi udara.

Hal itu bisa dilihat dari minimnya penerbangan langsung dari China ke Indonesia,. Padahal Negeri Tirai Bambu tersebut menjadi negara dengan jumlah wisman terbanyak datang ke Indonesia pada 2016 silam.

Shutterstock Pantai Pattaya
"Rata-rata negara pesaing punya direct flight dari China sebesar 80 persen. China ke Malaysia 78 persen, China ke Thailand 81 persen, China ke Singapura 86 persen. Sementara China ke Indonesia cuma 40 persen," ungkap Arief.

Untuk itu, Arief meminta PT Garuda Indonesia (persero) Tbk sebagai maskapai penerbangan internasional Indonesia untuk segera menambah rute penerbangan langsung dari China.

Selain konektivitas udara, Malaysia juga mengungguli Indonesia dari segi konektivitas daratnya.

Sampai saat ini, Malaysia tercatat sudah membangun 3.500 kilometer jalan tol, unggul dari Indonesia yang baru mencapai 984 kilometer jalan tol hingga awal 2017 ini.

Terlebih saat ini Kemenpar telah mencanangkan 10 Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) yang membutuhkan infrastruktur penunjang seperti jalan nasional dan jalan tol.

"Tidak ada pilihan lagi bagi 10 KSPN yang harus berstandar global. Jalannya minimal harus kelas nasional. Karena KSPN maka Kementerian PUPR bisa intervensi itu buat percepatannya," imbuh Arief.

Kendati demikian, dia optimistis bisa bersaing dengan Malaysia perihal konektivitas darat tersebut karen bersamaan dengan target 20 juta wisman pada 2019 mendatang.

ARSIP KEMENPAR Balon udara berukuran raksasa bertuliskan Wonderful Indonesia menyambut warga Malaysia yang datang ke Festival Myballoon Fiesta di Lapangan Desa Park City, Kuala Lumpur, Malaysia, 10-12 Maret 2017.
Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) Kementerian PUPR memastikan akan ada pertambahan 1.851 kilometer jalan tol sehingga pada 2019 nanti Indonesia bakal memiliki 2.835 kilometer.

Praktis, lanjut Arief, saingan terberat Indonesia di wilayah ASEAN hanya Thailand. Sedangkan negara lainnya akan dengan mudah bisa dikalahkan oleh Indonesia.

"Ini terlihat dari country branding Wonderful Indonesia yang semula tidak masuk ranking branding dunia sekarang ada di peringkat 47 mengalahkan Truly Asia punya Malaysia yang sekarang ada di posisi 97 dan Amazing Thailand di peringkat 83," pungkas Arief.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau