Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tingkat Hunian Perkantoran Jakarta Anjlok karena Salah Prediksi

Kompas.com - 23/02/2017, 15:33 WIB
Hilda B Alexander

Penulis

JAKARTA, KompasProperti - Kondisi perkantoran Jakarta yang diwarnai kelebihan pasokan atau over supply, yang menyebabkan tingkat hunian anjlok ke titik terendah dalam satu dekade terakhir, karena salah memprediksi bisnis.

Senior Director Savills Indonesia Lucy Rumantir mengatakan hal tersebut saat paparan Property Market Outlook 2017 kepada KompasProperti, di Jakarta, Kamis (23/2/2017).

"Ini salah prediksi. Investor yang masuk tidak sesuai dengan prediksi sebelumnya. Berapa foreign direct investment (FDI) yang masuk, realisasi, jenis investasi, dan lain-lain tidak sesuai prediksi," tutur Lucy.

Dia melanjutkan, faktor FDI sangat penting karena memengaruhi pasar keseluruhan. Jika jumlah FDI tidak memenuhi target, tidak akan terjadi ekspansi.

"Kalau tidak ada ekspansi bisnis, ya dampaknya tidak ada kebutuhan atau permintaan ruang kantor. Ini yang terjadi pada 2016 lalu," tambah Lucy.

Selain faktor FDI, kemungkinan lain yang menyebabkan tingkat hunian perkantoran jakarta merosot adalah jenis investasi asing yang masuk juga tidak sesuai dengan prediksi.

Meskipun FDI periode Januari-September 2016 naik sebesar 10,6 persen menjadi Rp 295,2 triliun dibanding kurun waktu yang sama tahun sebelumnya, namun jenis investasinya didominasi consummer goods, logistik, dan pergudangan.

Investasi ketiga jenis bisnis tersebut tidak memerlukan ruang perkantoran berprofil tinggi di kawasan central business district (CBD) atau pun non-CBD. 

Sebaliknya, pergudangan dekat dengan bandara atau pelabuhan justru menjadi ruang yang sesuai dengan kebutuhan jenis bisnis ini.

Namun demikian, Lucy mengakui bahwa tingkat pasokan, dan permintaan ruang perkantoran tidak selalu seimbang, dan sesuai dengan prediksi.

Akan tetapi, tingkat kekosongan ruang perkantoran sebesar 17 persen di CBD Jakarta dan 20 persen di luar CBD Jakarta dari total luas ruang 5,4 juta meter persegi merupakan rekor terburuk dalam sepuluh tahun terakhir.

"Ini jelas ada kesalahan. Dan kesalahan itu tak hanya ada pada prediksi yang tidak sesuai, melainkan juga faktor over confidence, terlalu percaya diri pengembang. Padahal kondisi 2016 tidak sama dengan 2013 atau sebelumnya," beber Lucy.

"Time to move" 

Secara umum, kinerja sektor perkantoran Jakarta memang buruk. Tingkat serapan perkanotan CBD Jakarta selama 2016 hanya 20.000 meter persegi. 

www.shutterstock.com Ilustrasi
Hal ini berdampak pada tingkat kekosongan yang terus melonjak menjadi rata-rata 17 persen. Jika proyek perkantoran baru seluas 800.000 meter persegi masuk pasar tahun ini, tingkat kekosongan bakal terus melebar.

"Dan itu akan terus berlanjut hingga 2020 mendatang yang bisa mencapai 25 persen, dan keterisian hanya 75 persen," kata Director Head of Reasearch and Consultancy Savills Indonesia, Anton Sitorus.

Tingkat kekosongan ini membuat harga sewa yang ditransaksikan menjadi tertekan. Untuk perkantoran Grade Premium, harga sewa sekarang 30 dollar AS per meter persegi per bulan.

Sedangkan perkantoran Grade A Rp 250.000 per meter persegi per bulan, Grade B Rp 195.000 per meter persegi per bulan, dan Grade C Rp 143.000 per meter persegi per bulan.

"Melihat kondisi seperti ini terbuka peluang bagi para penyewa untuk pindah ke gedung perkantoran baru yang menawarkan fasilitas, dan kualitas lebih baik dengan harga kompetitif," ucap Anton.

Catatan lebih buruk ditunjukkan perkantoran di area non-CBD. Terjadi lonjakan ruang kosong 23 persen yang disebabkan meningkatnya pasokan, terutama di Jakarta Utara dan Jakarta Selatan. 

Harga transaksi perkantoran di luar CBD Jakarta ini secara umum juga tertekan. Di Jakarta Selatan menjadi sekitar Rp 146.000 meter persegi per bulan, Jakarta Pusat Rp 93.000 per meter persegi per bulan, dan koridor TB Simatupang Rp 173.000 per meter persegi per bulan.

Tahun ini, pertumbuhan pasokan di luar CBD Jakarta ini sebanyak Rp 420.000 meter persegi. Setahun berikutnya akan masuk seluas 320.000 meter persegi yang diperkirakan akan mendongkrak tingkat kekosongan menjadi 30 persen.

"Kalau pengembang melihat proyeksi semacam ini, mereka akan berubah pikiran apakah akan tetap menyelesaikan pembangunan perkantoran atau menngonversinya menjadi apartemen atau lainnya," tuntas Anton.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com