Konflik seperti kontroversi reklamasi Teluk Jakarta dan 30 proyek serupa di berbagai propinsi, penggusuran masyarakat di berbagai kawasan, menjadi penanda bahwa kita punya masalah serius.
Termasuk masalah konflik antara-masyarakat dengan pemerintah kota karena pengaturan Rencana Tata Ruang yang tidak melakukan proses bottom up planning yang komprehensif.
Perkotaan dan tantangan utama
Pada tahun 1933, Le Corbusier dan kelompok modernist Congrès Internationaux d'Architecture Moderne (CIAM) meneliti persoalan kota sebelum Perang Dunia II.
Hasilnya, dokumen Charter of Athens yang merekomendasikan restrukturisasi radikal kota-kota dengan dasar prinsip-prinsip rasionalis.
Sejak saat itu Charter ini mempengaruhi pembangunan kota-kota di dunia, yang dipicu oleh kekuatan modal dalam membangun gated communities dengan sabuk-sabuk hijau kota sebagai penahannya.
Pada tahun 2016, tonggak baru mahzab perkotaan kembali coba dibangun melalui New Urban Agenda (NUA) di Quito.
Namun satu hari sebelum disepakatinya NUA yang telah dikerjakan beberapa tahun, empat urbanis dunia yaitu suami istri Saskia Sassen dan Richard Sennett bersama Ricky Burdett dan Juan Clos, mengajukan kritikan atas perkembangan perencanaan dunia dalam 100 tahun terakhir, dengan mengeluarkan “Quito Papers”.
“Quito Papers” mengkritisi kekakuan rezim perencanaan pasca Charter of Athens. Dokumen ini memberikan basis untuk manifesto masa depan kota dunia. Tujuannya adalah untuk mengeksplorasi pentingnya kualitas ruang publik dan kehidupan perkotaan dalam merencana kota.
Para jawara ini menekankan bahwa kota itu sangat cair, kompleks, sekaligus sebagai tempat yang selalu mengalir dalam kegiatan warganya. Mereka juga menekankan bahaya perencanaan berlebihan, dan perlunya smart planning.
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan