JAKARTA, KOMPAS.com - "Jakarta kota yang gagal". Demikian peneliti dan sejarawan kota dari Universitas Tarumanegara, Jakarta, Jo Santoso, menilai perkembangan ibu kota Indonesia ini.
Menurut Jo, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta tidak mengerti kotanya. Ketidakmengertian ini menjadi penyebab gagalnya Jakarta sebagai kota.
"Pemprov DKI Jakarta harus berkonsentrasi mengenal kota ini dari berbagai sudut pandang. Dari mana masalah kota yang kompleks berasal, cari tahu main driver pressure-nya, dan lain-lain," ujar Jo.
Masalah utama Jakarta, sambung Jo, adalah urbanisasi, globalisasi, dan perubahan iklim. Ketiga masalah ini boleh disebut sebagai tekanan yang seringkali ditangani secara parsial.
"Bahkan cenderung, saling menyabot," imbuh Jo yang selama 15 tahun meneliti masalah perkotaan Jakarta.
Apa yang bagus buat urbanisasi, kata dia, belum tentu baik untuk globalisasi. Demikian halnya dengan perubahan iklim, yang baik buat hal ini belum tentu sama dampaknya buat urbanisasi.
Sementara di sisi lain, Pemprov DKI Jakarta gagap mengelola penduduk kota yang semakin jauh tertinggal dari berbagai sisi, baik sosial ekonomi, maupun peran di sektor politik, dan pemerintahan.
Jo kemudian mencontohkan bentuk kegagalan tersebut adalah maraknya investasi pusat belanja atau pasar modern. Secara ekonomi, memang berdampak positif karena mampu membuka lapangan kerja.
Namun, masifnya pembangunan berbagai pusat belanja tersebut justru mengikis 100 hektar ruang terbuka hijau (RTH) Jakarta. Sebut saja di kawasan Senayan yang kini disesaki bangunan ritel komersial.
"Bagus buat ekonomi, tapi negatif buat perubahan iklim. Tak hanya itu, penduduk kotanya pun jauh tertinggal akibat Pemprov salah mengelola urbanisasi. Solusi yang ditempuh saling menegasikan satu sama lain," terang Jo.
Kongesti ini, menurut Bernie, sapaan akrab Brenardus, menyebabkan risiko tinggi bagi warga dan juga terjadinya inefisiensi kota.
"Penanganan pesisir pantai utara yang asal-asalan, pembiaran kurangnya disiplin warga, serta pertumbuhan compact city yang tidak disertai perubahan mental dan infrastruktur pendukungnya, turut berkontribusi menjadikan Jakarta seperti sekarang," terang Bernie kepada Kompas.com, Minggu (27/11/2016).
Kota berketahanan
Pemprov DKI Jakarta sendiri bukannya tidak menyadari. Mereka kemudian melakukan berbagai upaya untuk menyusun strategi dan konsep pengembangan kota.