HANGZHOU, KOMPAS.com - Apa yang ada dalam benak Anda saat terucap kata "China"? Dalam konteks ekonomi yang tebersit adalah barang murah berkualitas rendah.
Anggapan Anda tak sepenuhnya keliru. Di sektor properti, pengembang-pengembang China yang masuk Indonesia makin menguatkan stigma itu.
Tak satu pun dari mereka yang sudah sukses merekam jejaknya. Sebaliknya, ada di antara mereka yang malah terantuk perizinan dan bermasalah dalam perolehan lahan.
Menurut CEO Leads Property Indonesia Hendra Hartono, jika dibandingkan dengan Jepang, rekam jejak pengembang China masih kalah jauh.
"Yang masuk Indonesia memang makin banyak. Tetapi belum terlihat prestasinya. Belum ada satu pun pengembang China yang menyelesaikan proyek-proyeknya di Indonesia," ujar Hendra.
Menjadi wajar, kata Hendra, hingga saat ini masyarakat Indonesia masih melihat produk properti Jepang lebih unggul dibanding China.
Keunggulan Jepang tersebut, imbuh Hendra, ada pada kualitas bangunan, konsep, layanan purna jual, hingga sumber daya manusia yang mengelola proyek properti yang dikembangkan.
Sebut saja Intercontinental Hotel, Perkantoran Mid Plaza, dan supeblok Senayan Square yang terdiri dari Senayan Residence, Plaza Senayan, Senayan Arcade, Perkantoran Sentral Senayan, dan Fairmont Hotel.
"Karena itu, setahu saya hanya Sonangol Land mengembangkan properti di lahan premium Jakarta, lainnya bermain di pinggiran," tuntas Hendra.
Untuk diketahui, China Sonangol Land telah mengakuisisi EX Plaza Indonesia, Thamrin, Jakarta Pusat, demi dikonversi menjadi pengembangan multifungsi EX Building yang mencakup perkantoran, ruang ritel, kondominium, dan service apartment.
Selain mengakuisisi EX Plaza, China Sonangol Land juga bermitra dengan Sampoerna Group. Keduanya sepakat akan membangun dua menara baru Sampoerna Strategic Square di Jl Jendral Sudirman, dengan kapasitas area sewa seluas 234.000 meter persegi. Kedua gedung ini berdiri di atas lahan seluas 34.735 meter persegi.
Kompas.com berkesempatan memenuhi undangan China Communications Construction Group (CCCG) selama lima hari, 26-30 September 2016 untuk meninjau secara langsung enam proyek properti mereka di Hangzhou, dan Shanghai.
Di China, sayap properti mereka adalah Green Town, sementara di Indonesia mereka beroperasi atas nama PT China Harbour Jakarta Real Estate Development.
"Nama Green Town adalah jaminan mutu. Kami top five di China dan 110 menurut Global Fortune 500," ujar Assistant General Manager PT China Harbour Jakarta Real Estate Development Stanley Handawi.
Baca: BUMN China Naik Peringkat 110 Global Fortune 500
GreenTown juga, menurut Head of Sales PT China Harbour Jakarta Real Estate Development Simon Suhendro sangat populer.
Mereka telah menggarap 400 proyek properti di 90 kota di China dengan total 20 juta meter persegi telah dilakukan serah terima sejak 2006.
Mereka juga dikenal karena konsep pengembangannya yang sangat ramah lingkungan (environmental friendly), berkualitas, memperhatikan layanan purna jual, dan membangun komunitas (community development).
"Itu sudah prosedur standar, dan harus kami adopsi di Indonesia. Jadi, stigma pengembang China itu buruk, sepenuhnya salah," imbuh Simon.
Pengembangan 4 H
Dalam mengembangkan proyek-proyeknya, Green Town selalu mengusung unsur 4 H yakni health (kesehatan), heritage (budaya), high quality education (pembelajaran), dan happiness (kebahagiaan).