Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Apa Kabar "Orchard Road" Jakarta?

Kompas.com - 15/07/2016, 19:00 WIB
Hilda B Alexander

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Sabuk wisata dan belanja internasional di Jl Prof Dr Satrio, Kuningan, atau dalam bahasa kerennya kerap disebut "Satrio International Tourism and Shopping Belt", adalah ambisi besar Jakarta untuk menyamai Orchard Road, Singapura.

Digagas pada kurun 1990-an, koridor wisata dan belanja ini belum menjadi opsi utama para shoppers Indonesia, terutama kelas menengah atas Jakarta.

Menurut Direktur dan Kepala Riset Savills Indonesia Anton Sitorus, "Satrio International Tourism and Shopping Belt" belum terbentuk kendati sudah berdiri Ciputra World 1 Jakarta, Ambassador dan Kuningan Superblock, Kuningan City, dan Kota Kasablanka.

"Megarencana tersebut tidak berkembang secara maksimal," ujar Anton.

Mudah dimafhumi jika Direktur PT Ciputra Property Tbk, pengembang Ciputra World 1 Jakarta, Artadinata Djangkar mengamini pernyataan Anton.

Arta mengatakan, koridor Satrio belum mampu memalingkan pembelanja Indonesia dari surga belanja yang selama ini jadi tujuan mereka, yakni Singapura.

Orang Indonesia yang belanja di Negeri Singa sana masih sejumlah 2,7 juta orang. (Baca: 2,7 Juta Orang Indonesia Belanja di Singapura)

Kendati Indonesia, atau Jakarta sebagai barometer, menempati posisi lima dalam Global Retail Development Index (GRDI) 2016 versi AT Kearney, namun tidak serta merta mengubah posisi di mata shoppers, sehingga mereka mau belanja di dalam negeri. 

Kemacetan dan semrawutnya Jakarta masih menjadi kendala utama. Terlebih, saat ini koridor Satrio tidak kebagian tambahan infrastruktur transportasi.

Hilda B Alexander/Kompas.com Satrio International Tourism and Shopping Belt atau Sabuk Wisata dan Belanja Satrio, Jakarta Selatan. Kondisi pada Senin (11/7/2016).
Koridor Satrio hanya mengandalkan jalan layang non-tol yang dinilai Arta kurang optimal karena jangkauannya hanya dari Jl Mas Mansyur sampai Jl Casablanca.

"Namun masalah kemacetan kan saling berkait. Jl Satrio macet karena jalan di sekitarnya seperti Sudirman, Kuningan juga macet. Jadi jika ada mass rapid transit(MRT), light rail transit (LRT) di tempat lain sekalipun, dampak positifnya akan terimbas ke Jl Satrio," terang Arta.

Padahal, aku Arta, para pengembang sudah berupaya membangun properti-properti komersialnya sesuai dengan urban design guide lines (UDGL).

Ciputra World 1 Jakarta, misalnya, sudah memiliki jalur pedestrian yang bagus dan ideal. Mereka membuat jalur pedestrian selebar 11 meter.

Enam meter di antaranya jalur pedestrian untuk umum, yang dihitung dari garis sempadan jalan hingga bangunan gedung.

Sementara pengembang lainnya, PT Agung Podomoro Land Tbk (APLN) melalui PT Arah Sejahtera Abadi, tak hanya membuat multileve car park yang berkapasitas lebih dari 3.000 kendaraan, juga jalur pedestrian di dalam dan luar area pengembangan.

Para Naga

Pengembangan "Satrio International Tourism and Shopping Belt" dimulai oleh naga properti PT Duta Pertiwi Tbk dengan menggarap Ambassador-Kuningan Superblock.

Proyek tersebut dibangun pada 2000 dan resmi beroperasi 2003. Dengan demikian, bisa dikatakan bahwa PT Duta Pertiwi Tbk, merupakan salah satu pengembang pertama yang mampu merampungkan komitmennya dalam merintis eksistensi koridor ini.

Kecuali APLN yang datang belakangan, naga lainnya adalah PT Ciputra Property Tbk yang juga merupakan salah satu pelopor yang telah memberikan konfirmasi untuk bergabung dalam proyek ini.

Hilda B Alexander/Kompas.com Satrio International Tourism and Shopping Belt atau Sabuk Wisata dan Belanja Satrio, Jakarta Selatan. Kondisi pada Senin (11/7/2016).
Hanya, saat itu baru sebagian kecil yang terwujud karena terantuk krisis ekonomi 1997/1998. Mereka baru merampungkan Somerset Grand Citra Serviced Apartment pada 1995.

Kompleks apartemen ini berlokasi di kavling satu (lot 1) Jl Dr Satrio. Menempati lahan seluas 1,1 Ha, terdiri atas dua menara yang masing-masing berisi 163 unit serviced apartment dan 142 unit kondominium.

Sekadar informasi, PT Ciputra Property Tbk, Grup Asiatic dan PT Duta Pertiwi Tbk., tergabung dalam sembilan pengembang yang mendapat izin membangun di koridor ini.

Enam pengembang lainnya adalah, PT Danamon, PT Mega Kuningan, PT Jakarta Setiabudi International Tbk., PT Putera Surya Perkasa, Jakarta Land, serta Hatmohadji dan Kawan Group (Grup Haka).

Sebetulnya, yang tertarik mengembangkan Satrio Shopping Belt ini tidak hanya sembilan pengembang tersebut di atas. Terdapat 20 pengembang yang berminat.

Di antaranya Grup Mayapada, Grup Pikko, Grup Bentala Sanggrahan, dan lain-lain. Yang terakhir, dianggap lebih beruntung, karena mendapat izin lokasi menggarap lahan tepat di ujung Jl Dr Satrio-Jl Cassablanca.

Tak mau kehilangan momen, Grup Bentala Sanggrahan ikut merilis proyek raksasanya yang bertajuk Kota Kasablanka, sebelum diambil alih Pakuwon Group dan merekonstruksinya pada 2007 silam.

"Satrio International Tourism and Shopping Belt" saat itu memang menjadi agenda utama para pebisnis properti. Lokasinya strategis, berada di jantung kawasan Segi Tiga Emas Thamrin-Gatot Subroto-Sudirman.

Dus, harga lahannya masih murah, berpotensi mendongkrak kenaikan investasi yang tinggi. Didukung infrastruktur yang untuk kondisi saat itu memang cukup memadai.

Sabuk wisata dan belanja ini sejatinya dirancang sebagai kawasan wisata dan belanja yang membidik pasar regional Asia-Pacific. Terinspirasi kesuksesan Orchad Road di Singapura yang mampu menyedot turis dan pengunjung asing, khususnya dari Indonesia.

Berbentuk koridor sepanjang 1,6 kilometer. Terbentang dari perpotongan Jl Sudirman-Jl Dr Satrio (Karet Kuningan-Kuningan Selatan) hingga mulut Jl Cassablanca.

Hilda B Alexander/Kompas.com Satrio International Tourism and Shopping Belt atau Sabuk Wisata dan Belanja Satrio, Jakarta Selatan. Kondisi pada Senin (11/7/2016).
Konsep ini mengemuka pasca beroperasinya Jl Cassablanca sebagai akses alternatif yang mengoneksi Jl Dr Saharjo dan Jl Jend Sudirman untuk mengurai kemacetan di Jl Gatot Subroto serta dibukanya kawasan Mega Kuningan sebagai sentra bisnis dan kantor perwakilan negara-negara asing.

Mohammad Danisworo, Ketua Tim Pembuat UDGL, mendesain koridor ini dengan penekanan pada akses ruang publik. Tidak hanya bangunan masif komersial yang diakomodasi, publik pun diberikan perlakuan istimewa.

Para pejalan kaki akan dimanjakan, dijamin keamanan dan kenyamanannya dengan rancangan pedestrian selebar 11,5 meter dan ditata secara khusus. UDGL ini berfungsi sebagai acuan pembangunan bagi semua pengembang dan pemilik lahan bila ingin membangun properti di koridor ini.

Pada akhirnya, agar koridor wisata dan belanja ini mampu bersaing di peta pusat belanja dunia, Anton menyarankan kepada Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta untuk melakukan perbaikan-perbaikan. 

"Selain akses transportasi yang mudah dijangkau, juga keamanan dan kenyamanan. Bahkan bila perlu mengembangkan kawasan serupa di tempat lain. Misalnya Pantai Indah Kapuk, atau kawasan central business district lainnya," imbuh Anton.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com