Di bawah kolom-kolom ini, terdapat kolam dengan air mengalir yang menggambarkan kehidupan muamalah, yaitu hablum minannas.
Arah air dari dalam keluar merupakan refleksi bahwa salat memiliki efek terhadap kehidupan di luar masjid dan sebagai sarana keseimbangan antara ibadah vertikal, yaitu manusia dengan Allah dan ibadah horisontal, yaitu sesama manusia, misalnya dengan bersedekah.
Sementara seluruh tembok yang melindungi masjid ini dibuat dengan lubang-lubang karena bertujuan sama, yaitu memudahkan pergantian aliran udara.
Dinding yang terbuka ini dimaksudkan untuk penghematan energi dari sisi pencahayaan dan penggunaan pendingin ruangan.
Masjid yang mengadopsi kearifan lokal tradisional-joglo ini memiliki tinggi puncak 17 meter dari lantai, yang merefleksikan kewajiban jumlah rakaat salat bagi umat muslim.
Puncak masjid ini dibuat tinggi juga untuk memberikan kesan luas di dalamnya. Adapun tinggi menaranya adalah 27 meter yang merefleksikan bahwa salat jamaah di masjid tersebut dilipatgandakan pahalanya hingga 27 derajat.
Ferry mengatakan bahwa masjid tersebut sengaja tidak ditambahkan kubah.
"Karena kita berdekatan sekali dengan Masjid Al-Azhar kan. Di sana sudah ada kubah yang sangat melegenda. Kita tidak ingin mengurangi keindahannya," sebut Ferry.
Ia menambahkan, desain masjid ini memang sengaja dibuat supaya ramah lingkungan. Selain dari aliran udara dan cahaya, material yang digunakan juga dipikirkan.
Contohnya, Ferry menunjukkan lantai masjid yang sengaja tidak dipasangi keramik atau marmer. Menurut dia, saat beribadah di dalam masjid, jamaah pasti akan menggunakan alas salat atau sajadah.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.