JAKARTA, KOMPAS.com - Laporan pasar CBRE pada kuartal pertama 2016 menunjukkan investasi di sektor properti komersial di kawasan Asia Pasifik mengalami penurunan tajam hingga 36 persen.
Kemerosotan ini dipicu oleh aksi tunda investor yang memilih menghindari risiko karena volatilitas pasar saham dan lingkungan ekonomi yang terus melemah.
Kendati demikian, investasi Asia dinilai masih tetap aktif di seluruh wilayah dengan selesainya tiga transaksi besar di kawasan China daratan dan kepulauan.
Transaksi tersebut di antaranya adalah diakuisisinya perkantoran Dah Sing Financial Center di Hongkong senilai 1,3 miliar dollar AS oleh Everbright Limited.
Terlepas dari kesepakatan kunci ini, kegiatan investasi secara keseluruhan di Hongkong tetap rendah.
"Meskipun aktivitas lambat dalam lingkungan investasi secara keseluruhan, investor institusi internasional terus menampilkan preferensi yang kuat untuk aset inti di pasar utama demi meningkatkan eksposur mereka untuk diversifikasi strategis," kata Kepala Riset CBRE Asia Pasifik, Henry Chin.
Dia melanjutkan, di Australia dan Jepang, meskipun investor internasional tetap aktif dengan permintaan yang kuat untuk aset inti, volume transaksi justru menurun.
Harga tertinggi justru lebih kecil dibanding dengan pembelian yang ditawarkan manajer keuangan, sehingga mereka memilih menjual aset non-inti untuk mendaur ulang modal demi investasi masa depan.
Sementara di Jepang, meskipun permintaan investor kuat, namun saham terus berkurang akibat terbatasnya pasok aset yang dijual di pasar inti Tokyo.
Kekhawatiran atas iklim ekonomi, bersama dengan bisnis yang lebih lemah dan sentimen konsumen, juga menyebabkan pelunakan pasar di seluruh wilayah Asia Pasifik.
Kuartal pertama tahun ini secara tradisional merupakan masa tenang untuk sewa kantor. Sektor perkantoran menunjukkan momentum perlambatan penyewaan.
Banyak perusahaan yang melakukan relokasi dan desentralisasi ke kota-kota lapis kedua untuk mengurangi biaya perasional, terutama di Shanghai dan Mumbai.
Sementara di sektor ritel, penurunan terbesar dalam penjualan ritel dialami Hongkong dengan angka 13,6 persen secara tahunan sejak tahun 1999.
Penurunan disebabkan anjloknya kedatangan wisatawan dan sentimen konsumen domestik yang lebih lemah.
Menurut CBRE, sebagian besar permintaan sewa di Asia Pasifik didorong oleh pengecer F and B, dan berbagai peritel jasa lainnya.
"Sebagian besar pasar ritel Asia masih mengalami dampak negatif perubahan konsumsi turis dan pola perjalanan, terutama oleh wisatawan China Daratan," tambah Chin.
Lemahnya Yuan China memengaruhi daya beli masyarakatnya. Sementara Yen Jepang yang mulai menguat berdampak pada pertumbuhan penjualan ritel.
Pada tiga bulan pertama tahun ini, Tokyo melihat kembalinya merek-merek mewah setelah mengalami penurunan penjualan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.