Tetapi, pertumbuhan ekonomi tersebut tidak menjawab kebutuhan mendasar kota yang notabene banyak dan belum terpenuhi. Kalau sudah demikian, buat apa mereklamasi pantai?
Lebih baik, saran Marco, ciptakan pertumbuhan melalui proyek-proyek yang memenuhi kebutuhan mendasar kota. Proyek tersebut adalah hunian dalam kota untuk kelas menengah dan bawah, air bersih dalam pipa untuk setidaknya 80 penduduk penduduk.
"Ada banyak pilihan lain yang bisa dilakukan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Pemerintah Provinsi Bali, dan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan," lanjut Marco.
Reklamasi bukan tentang kelangkaan lahan
Jika ada pihak yang mencontohkan reklamasi itu jawaban terhadap kelangkaan lahan, maka itu merupakan pendapat yang keliru.
Menurut Marco, reklamasi yang dilakukan Singapura, Korea Selatan, dan Belanda konteks kebutuhannya berbeda. Mereka tidak punya pilihan lain. Karena wilayah negara mereka kecil dengan konteks kebutuhan yang berbeda dengan Jakarta, Bali, dan Makassar.
Jadi, sejatinya lahan tidak langka. Yang langka adalah ruang yang berpelayanan infrastruktur yang baik.
Seharusnya, Pemerintah Daerah kreatif menciptakan ruang yang memenuhi kebutuhan nyata bukan fantasi, bukan lahan baru.
Tiap-tiap wilayah kota yang sudah ada dapat direvitalisasi dengan kepadatan orang dan infrastruktur yang lebih baik serta mencukupi, meskipun dilakukan pada waktu yang berbeda-beda.
"Tata ruang seharusnya mengatur ini. Khusus Jakarta, tingkat pertumbuhan penduduknya mulai menurun, jadi proyeksi tentang kelangkaan tanah itu berlebihan," tambah Marco.
Regulasi reklamasi
Silang pendapat mengenai payung hukum atau regulasi reklamasi baik dalam bentuk Keputusan Presiden (Keppres), Peraturan Peemerintah (PP), Peraturan Daerah (Perda), ataupun Keputusan Gubernur (Kepgub) harusnya diproduksi secara terbuka sejak dari perumusan masalah.
Keppres maupun Perda tentang reklamasi adalah contoh jawaban untuk perumusan masalah yang salah.
Proses produksi kebijakan seharusnya merupakan proses pencerdasan bangsa, terutama untuk negeri yang sedang berkembang seperti Indonesia.
Lalu pilihan-pilihan solusi juga harus dibuat jelas serta transparan, dan masyarakat dapat mempertimbangkan dengan bebas berdasarkan masukan informasi yang diberikan terus menerus.
"Harus disediakan waktu dan tatacara yang baik untuk menjamin ini berlangsung," sebut Marco.
Reklamasi ini contoh proses yang buruk dan jawasabn salah untuk masalah yang salah dirumuskan, dan tiba-tiba masyarakat sudah langsung disodori begitu saja reklamasi.
"Faktanya, bahkan yang di Jakarta ini (mungkin juga di kota lain) melanggar prosedur. Belum ada payung hukum sudah diterbitkan izin. Prosedur itu seharusnya dipatuhi sebagai bagian dari proses membangun “jiwa” tadi di atas," tuntas Marco.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.