JAKARTA, KOMPAS.com - Banyak pengembang meyakini bahwa tahun 2016 menjadi momentum kebangkitan sektor properti. Salah satunya adalah Synthesis Development yang telah mencium indikasi tersebut pada awal tahun ini.
"Fundamental kita masih cukup kuat, suku bunga acuan atau BI Rate turun, inflasi juga turun. Itu kan positif," kata General Manager Sales and Marketing, Imron Rosyadi, di Jakarta, Selasa (22/3/2016).
Namun, satu hal yang menjadi masalah menurut Imron adalah masyarakat atau konsumen masih bingung dalam mengambil keputusan untuk membeli properti.
Karena itu, Imron yakin para pengembang, termasuk Synthesis Development memiliki kewajiban membuat konsumen menentukan waktu pembelian yang tepat.
Keterlambatan dalam membeli properti akan berpengaruh terhadap keuntungan yang diperoleh. Itulah mengapa tahun ini merupakan saat yang tepat membeli properti, terutama untuk investasi.
Meskipun saat ini banyak yang mengatakan pasar properti belum stabil, justru hal itu malah bisa digunakan sebagai sarana untuk meraup keuntungan investasi.
"Pada saat keadaan pasar tidak stabil biasanya pengembang menawarkan kelebihan-kelebihan yang menguntungkan dari segi ekonomi seperti cash back, sehingga membuat harga properti melonjak ke depannya," jelas Imron.
Kendati begitu, Country Head Knight Frank Indonesia, Wilson Kalip, tidak sependapat dengan Imron.
Menurut Wilson, saat ini merupakan momentum untuk konsolidasi, koreksi, dan mengkaji kembali rencana-rencana pembelian maupun akuisisi.
Pasalnya, perekonomian masih belum pulih, Rupiah belum sepenuhnya stabil, suku bunga perbankan belum turun, dan volatilitas kondisi global yang berpengaruh signifikan terhadap kondisi lokal.
Jadi, bau-bau spekulasi dalam membeli properti karena asas "mumpung harga yang ditawarkan murah", bukan keputusan bijak.
"Saya bisa mengatakan It's time to look at the right step to buy property. Maaf bukan time to buy," ujar Wilson kepada Kompas.com, Senin (21/3/2016).
Wilson menambahkan, membeli properti saat sekarang harus penuh pertimbangan. Jangan sekali-kali memasukkan unsur spekulasi karena akan sangat berbahaya.
"Pasar properti Indonesia bukan untuk goreng-gorengan. Jangan sampai ada cooling measurement seperti Singapura dan Hongkong," imbuh dia.
Itulah mengapa, lanjut Wilson, pertumbuhan harga sekarang melambat dan di beberapa wilayah atau beberapa segmen terkoreksi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.