Ada sekitar 7.000 hingga 8.000 orang yang wira wiri bekerja di kawasan Cengkareng dan sekitarnya, termasuk Bandara Internasional Soekarno-Hatta.
Jumlah ini di luar penumpang pesawat domestik sebanyak 17,49 juta orang menurut data Biro Pusat Statistik (BPS).
"Operasional Bandara Internasional Soekarno-Hatta yang hampir 24 jam, ikut memengaruhi pertumbuhan bisnis di kawasan Cengkareng," ujar CEO Leads Property Indonesia, Hendra Hartono, kepada Kompas.com, pekan lalu.
Dengan kondisi demikian, lanjut Hendra, kawasan Cengkareng dan sekitarnya seharusnya sudah menjadi pusat bisnis tersendiri.
Apalagi jika infrastruktur berbasis jalan, dan rel ditambah dan dibenahi, serta pengelolaannya diperbaiki, bukan tidak mungkin konsep aerocity Cengkareng bakal serupa dengan Incheon di Korea Selatan dan Changi di Singapura.
Sayangnya, menurut Hendra, pengelolaan kawasan Cengkareng masih jauh dari sempurna. Keamanan, kenyamanan, kebersihan, dan kelengkapan fasilitas bertaraf internasional masih harus ditingkatkan.
Selain itu, handicap lain yang tak kalah krusial adalah penyediaan jaringan transportasi terintegrasi aman dan nyaman yang masih minim, untuk tidak dikatakan nihil.
"Belum ada express train atau kereta cepat dari pusat kota (city center) ke bandara atau dari pinggiran kota ke bandara. Karena ini tidak ada, merepotkan sekali dan habis waktu di jalan. Ini sangat tidak efisien," tutur Hendra.
Sebaliknya, jika ada transportasi kereta cepat yang bisa diakses dari dan ke pusat kota akan lebih nyaman, dan efisien, sehingga daya saing kawasan Cengkareng sebagai aerocity masa depan bisa terwujud.
Lepas dari segala kekurangan, Hendra menilai kawasan Cengkareng sangat bagus untuk dikembangkan tiga jenis bisnis yakni perhotelan, ritel (pusat belanja) dan logistik.
Ketiga jenis bisnis ini menunjang aktivitas Bandara Internasional Soekarno-Hatta. Di sektor perhotelan, contohnya, tingkat okupansi mencapai rerata 80 persen. Bahkan, hotel skala budget mampu mencetak angka 100 persen.
Tak mengherankan jika keberadaan hotel di sekitar kawasan Cengkareng semakin menjamur. Saat ini terdapat Amaris, ibis Bandara, Aston Cengkareng City Hotel and Conference Center, Sheraton Bandara, sekadar menyebut nama.
"Bisnis lainnya yang bakal berkembang adalah ritel atau pusat belanja," tambah Hendra.
Ritel dan pusat komersial sangat dibutuhkan, karena wisatawan bermotif bisnis dan wisata tak lepas dari kegiatan belanja. Mereka membelanjakan uangnya untuk kebutuhan makan, minum, hiburan pembunuh waktu, dan tentu saja kebutuhan fashion dan buah tangan.
Sementara bisnis logistik, lebih kepada korporasi yang membutuhkan pengiriman barang atau dokumen dalam waktu singkat.
Peluangnya sangat besar, mengingat suplai ruang logistik masih belum memenuhi tingginya kebutuhan.
Tahap pertama dikembangkan 27 unit dengan ukuran 15x36, 15x30, 12x30 dan 9x30 seharga mulai Rp 3,5 miliar hingga Rp 7.5 miliar. Total jumlah pergudangan sebanyak 440 unit.
Saat ini, pergudangan modern di area Bandara Internasional Soekarno-Hatta adalah Soewarna Business Park. Itu pun eksistensinya tidak bertahan lama lagi, menyusul rencana PT Angkasa Pura II memperluas bandara dengan membangun Terminal 4.
Penyewa pergudangan Soewarna Business Park tentu membutuhkan tempat dengan kualitas serupa yakni pergudangan modern, lengkap dengan teknologi dan keamanan tingkat tinggi. Inilah prospek bisnis masa depan, pergudangan sekitar bandara.
Baca juga: Cengkareng Semakin Dilirik, Harga Lahannya kian Melejit