CEO Selaras Holding, Edhijanto Widjaja mengungkapkan hal tersebut saat temu media Grande Valore, di Holiday Inn, Cikarang, Bekasi, Sabtu (5/3/2016).
Menurut Edhi, ekspatriat Jepang demikian teliti, cerewet, dan juga selektif jika sudah menyangkut hunian yang akan mereka pilih untuk ditinggali.
"Jadi, jika ada pengembang yang mengaku-aku produknya sudah diborong ekspatriat Jepang adalah bohong. Karena mereka sangat selektif," tutur Edhi.
Lebih lanjut Edhi mengatakan, jumlah ekspatriat Jepang di Bekasi, terutama Cikarang tidaklah sebanyak yang dikira orang. Kurang dari 10.000 orang, dan tidak semuanya tertarik untuk tinggal di Cikarang.
Mereka yang masih "alergi" untuk menetap di Cikarang, tersebar di pusat kota Jakarta macam kawasan Sudirman, dan Thamrin serta Kuningan, kawasan Kemang, koridor Simatupang, atau Pondok Indah.
Karena itu, mudah ditemui eksekutif-eksekutif dari negeri Matahari Terbit ini di apartemen-apartemen dan hotel macam InterContinental, Kempinski Residence, Kuningan Plaza (kini Verde Apartment), Essence at Dharmawangsa, Dharmawangsa Residences, Pondok Indah Golf Residences, atau Capital Residences.
Menggaet konsumen asal Jepang, kata Edhi, diperlukan strategi dan upaya khusus, untuk tidak dikatakan spesifik mengikuti selera dan kemauan mereka.
Kalau pun produk properti yang dibangun sudah memenuhi standar dan kualitas, belum tentu dapat memenuhi selera dan ekspektasi mereka jika layanan dan pengelolaannya asal-asalan.
Demikian halnya jika hanya mengandalkan nama besar, ratusan portofolio properti, atau kinerja finansial meyakinkan, tapi kalau belum menyentuh "hati" dan "emosi" orang Jepang, niscaya tidak akan dilirik.
Edhi pun berbagi pengalaman. Menurut dia, orang Jepang memang menomorsatukan kualitas dalam segala hal, terutama kualitas bangunan, kualitas layanan dan pengelolaan, kualitas keamanan dan kenyamanan.
Namun, itu saja tidak cukup. Mereka sangat concern terhadap privasi, kesamaan gaya hidup dalam sebuah komunitas, selera, dan perlakuan istimewa dalam mengembangkan kawasan dengan atmosfer gaya hidup ala Jepang (japanese style).
"Jika kita memenuhi semua itu, akan mudah bagi kita untuk menawarkan produk lainnya. Karena mereka sudah memiliki catatan, reputasi, dan rekam jejak kita," tambah Edhi.
Menghadirkan semua itu, aku Edhi, sejatinya tidak sulit. Setia pada komitmen adalah hal terpenting. Jangan sampai pada awal peluncuran dirancang 400 unit, justru dalam perkembangannya jadi 600 unit.
"Karena laku diserbu pembeli, lantas kita optimalkan luas lahan menjadi sepenuhnya bangunan demi mengejar omset penjualan. Ini preseden buruk," cetus Edhi.
Lengkapi apartemen dengan taman-taman atau putting green dan sentra komunitas untuk para penghuni beraktivitas. Lebih spesifik lagi, bangun fasilitas berbau Jepang seperti Baca juga: Merasakan Jepang di koridor Simatupang