Dari bangunan Gudang Barat (Museum Bahari) yang dibangun akhir abad 17 hingga bangunan Stasiun KA Beos pada awal paruh abad 20. Hal ini membuat karakter ruang kota kawasan lebih ‘cantik’ dan memiliki nilai arsitektur lebih baik. Bahkan dibanding kawasan lama kota Singapura yang didominasi tipologi ruko (shophouse).
Bedanya mereka memiliki tingkat kesadaran untuk mempertahankan sejarah kotanya lebih baik dari kota Jakarta. Tentu ini yang sedang diperjuangkan tiap pemimpin kota Jakarta dalam menampilkan sisi masa lalu kota kita ini.
Program revitalisasi atau pemanfaatan fungsi kota lama dengan kegiatan baru yang lebih menaikkan nilai bangunan dan ruang kota ini, sudah mulai berlangsung sejak pertengahan 1970-an.
Gubernur DKI Jakarta Ali SAdikin saat itu mulai meresmikan bekas balaikota (Stadhuis) menjadi Museum Sejarah Jakarta. Sejak itu diikuti beberapa bangunan cagar budaya lain, macam museum dan sebagainya.
Di bawah Ali Sadikin, kawasan Kota Tua akan dijadikan kawasan sosial bersifat sejarah dan tempat warga dapat belajar masa lalu mereka.
Badan otorita
Sayangnya upaya awal tersebut kurang bergulir dengan baik pada beberapa dekade berikutnya. Kawasan ini terseok, tergerus cepatnya pembangunan di luar kawasan. Bangunan tua (cagar budaya) menjadi terlihat kumuh dan mulai hancur karena tidak terawat.
Infrastruktur kota kawasan juga kurang diperhatikan, sehingga kurang nyaman bagi pejalan kaki untuk menikmati kawasan Kota Tua ini.