JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah, melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), memiliki gawean bertajuk Program Penataan dan Pelestarian Kota Pusaka (P3KP).
Program pelestarian ini merupakan upaya nyata untuk menjaga aset-aset cagar budaya yang tersebar di Indonesia. Tujuannya adalah mewujudkan ruang kota yang aman, nyaman, produktif berkelanjutan, serta berbasis dengan tata ruang.
Kota ini bercirikan nilai pusaka melalui warisan berkelanjutan dalam pengembangannya, sehingga disebut kota pusaka.
"Kami berupaya agar kota pusaka Indonesia mampu bersaing dalam kancah internasional serta menjadi kota pusaka dunia," ujar Kasubdit Perencanaan Teknis Direktur Jenderal Cipta Karya Kementerian PUPR Dian Irawati, saat acara "Revitalizing Indonesia Heritage Districts", Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, Senin (18/1/2016).
Ira menuturkan, kota pusaka adalah kota atau kabupaten yang merupakan ekspresi rajutan pusaka alam baik ragawi maupun non ragawi.
Kota pusaka terdiri dari fisik misalnya pemukiman, ruang terbuka, fasilitas publik, lanskap pertanian, dan elemen kehidupan lainnya yaitu kegiatan sosial, ekonomi, dan politik.
Ira juga menyebutkan, kota pusaka merupakan wujud hasil cipta karya manusia dalam menangani perubahan berkelanjutan kehidupan sesuai waktu dan tempat.
Dittjen Cipta Karya sendiri memiliki kebijakan penanganan kota pusaka dengan menargetkan rencana strategis sebanyak 45 kota pusaka pada 2019.
Untuk menangani kawasan kabupaten/kota yang ditangani dan mendapatkan dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), pemerintah memiliki skema pendanaan melalui klastering-klastering kota.
"Syarat umumnya adalah memiliki Peraturan Daerah bangunan, Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), pendampingan dari daerah melalui APBD terakhir, komitmen bergabung dengan P3KP, dinas teknis yang terlibat aktif program, dan komunitas yang peduli penanganan kota pusaka," jelas Ira.
Kota-kota di klaster A, merupakan kota yang memiliki peraturan daerah (perda) bangunan gedung, RTRW dan kawasan strategis nasional Di Klaster B, khusus kota-kota Kawasan Strategis Nasional dan memiliki RTRW.
Sementara di Klaster C merupakan kumpulan kota/kabupaten yang memiliki karakter rawan bencana. Menurut Ira, kota-kota ini harus tetap ditangani melalui P3KP karena asetnya perlu dilestarikan.
Di Klaster C kota-kota juga harus memiliki dukungan standar pelayanan minimal sebagai pedoman di kabupaten/kota sehingga bisa menunjang kegiatan P3KP.
Adapun di klaster D merupakan kota-kota yang memiliki kegiatan pemberdayaan binaan Cipta Karya. Terakhir, di Klaster E, kota/kabupaten haruslah memiliki program inovatif.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.