YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Menarik mencermati pertumbuhan bisnis properti, khususnya pusat belanja, di tiga kota utama Jawa bagian tengah yakni Yogyakarta (Jogjakarta), Solo, dan Semarang. Simpul ketiga kota ini terintegrasi dalam interaksi ekonomi dan sosial yang beken dengan sebutan "Joglosemar".
Ketiga kota sama-sama membuka peluang untuk tumbuh dan berkembangnya pusat perbelanjaan modern yang sarat investasi, membuka lapangan kerja, dan tentu dianggap menggerakkan roda ekonomi.
Pemerintahan kota baik Yogyakarta, Solo, maupun Semarang, menggelar karpet merah berupa regulasi ramah investasi bagi para investor dan pengembang pusat belanja melalui kemudahan perizinan.
Kemudahan perizinan, selain tentu saja jumlah populasi dan daya beli, menjadi pemicu dan daya tarik bagi pengembang untuk membenamkan dananya di ketiga kota ini.
Bahkan, di kota Semarang, pusat perbelanjaan merupakan salah satu sektor properti yang paling berkembang. Menurut hasil riset Leads Property Indonesia, pusat perbelanjaan di ibu kota Jawa Tengah ini pada umumnya ditujukan untuk golongan menengah dengan konsep family and lifestyle. Hal tersebut terlihat dari tipe mal dan jenis peritel yang berada di dalamnya.
Total pasokan pusat belanja di kota ini akan terus bertambah setidaknya sampai tahun 2018 dengan adanya penambahan ruang dari mal-mal baru yang akan hadir, terutama di bagian utara. Sebut saja Hartono Jogja Mall dan Jogja One Park.
Demikian halnya Solo. Awal tahun 2002 adalah saat di mana pusat perbelanjaan kembali hidup menggerakkan perekonomian di kota ini setelah 1998.
Hingga tahun 2015, terdapat lima pusat belanja yang cukup populer dan ramai dikunjungi, yaitu Solo Paragon Lifestyle Mall, Solo Grand Mall, Solo Square, The Park Solo, dan Hartono Mall.
Mari kita kupas satu per satu bagaimana pertumbuhan pusat belanja di ketiga kota ini. Menurut Leads Property Indonesia, pusat belanja di Kota Semarang berkembang sejak tahun 1990-an. Terutama di kawasan Simpang Lima, sebagai jantung kota yang merupakan area dengan pusat perbelanjaan terbesar dibandingkan kawasan lainnya.
Di kawasan Simpang Lima terdapat Mal Ciputra seluas 46.000 meter persegi, Plasa Simpang Lima 38.935 meter persegi, dan Living Plaza seluas 15.000 meter persegi. Selain itu, dua shopping mall lainnya terletak di Jl Pemuda, yaitu Paragon City Mall seluas 120.000 meter persegi yang merupakan mal termegah di Kota Semarang dan DP Mall seluas 29.000 meter persegi, keduanya mulai beroperasi pada tahun 2008 dan 2007.
Sementara Java Supermall yang terletak di Jl Letjen MT Haryono juga merupakan salah satu pusat perbelanjaan yang banyak dikunjungi. Setelah pengelolanya merenovasi dan menambah luas bangunan, mal ini diprediksi akan menjadi terbesar di Kota Semarang.
Bergeser ke timur, pembangunan pusat perbelanjaan diawali pada tahun 2009, dengan berdirinya Central City Mall seluas 15.000 meter persegi. Pusat belanja ini sampai sekarang masih merupakan satu-satunya di daerah tersebut. Lokasinya yang strategis di perbatasan Semarang dan Demak menjadikan mal tersebut cukup ramai didatangi pengunjung.
Bagaimana dengan tingkat okupansi?
Sebagai salah satu tertua di Kota Semarang, Mal Ciputra yang berdiri sejak 1993 merupakan pusat belanja teramai dan paling banyak dikunjungi. Seluas 60 persen dari area yang disewakan ditujukan untuk penyewa dari Jakarta, sisanya ditujukan untuk penyewa lokal dari Semarang.
Sedangkan permintaan atau demand untuk ritel di Kota Semarang dapat dikatakan masih cukup tinggi. Pasalnya, pusat belanja di kota ini merupakan destinasi utama masyarakat untuk mencari hiburan dan mendapatkan berbagai kebutuhan.
"Wajar bila kemudian harga sewanya tinggi, yakni berkisar Rp 200.000-Rp 300.000 per meter persegi per bulan," ujar CEO Leads Property Indonesia, Hendra Hartono kepada Kompas.com, Senin (2/11/2015).
Kelas menengah
Pusat perbelanjaan modern di Kota Solo menargetkan konsumen kelas menegah. Hal ini dapat dilihat dari jenis peritel yang berada di mal-mal yang beroperasi saat ini. Sebagian besar mal di kota terbesar kedua Jawa Tengah ini terdiri atas 4-7 lantai dan mengusung konsep Lifestyle Center.
Solo Grand Mall yang dibuka pada 2004 memiliki luas bangunan 63.000 meter persegi. Saat ini merupakan mal tertua, diikuti dengan Solo Square, keduanya terletak di Jl Slamet Riyadi yang merupakan jantung Kota Solo. Lokasi strategis dan kemudahan akses tersebut mendukung keberadaan kedua pusat belanja ini ramai dikunjungi.
Yang berbeda adalah The Park yang beroperasi pada tahun 2013. Pusat belanja ini mengadopsi tema kawasan hijau, tidak jauh dari Hartono Mall yang memang ditujukan untuk menjadi kawasan central business district (CBD). Berbeda dengan mal lainnya di Kota Bengawan, The Park tidak hanya ditujukan sebagai pusat perbelanjaan, namun juga tempat berlangsungnya event berskala internasional.
Secara garis besar, tingkat hunian pusat perbelanjaan di Kota Solo tergolong tinggi dengan angka rerata di atas 80 persen dan harga sewa berada pada rentang Rp 200.000–Rp 300.000 per meter persegi per bulan.
Demikian halnya dengan demand, juga dapat dikatakan cukup tinggi, melihat minat masyarakat yang sudah mulai beralih pada pusat-pusat perbelanjaan modern yang dirasa lebih efisien dan sesuai dengan perkembangan zaman.
Jamur di musim hujan
Petumbuhan pusat belanja di Yogyakarta ibarat cendawan di musim penghujan. Total pasokan akan bertambah setidaknya sampai tahun 2018 dengan adanya penambahan dari mal-mal baru yang akan hadir, terutama di bagian utara.
Hartono Jogja Mall, Sahid Yogya Lifestyle, Jogja One Park, Malioboro City Mall, Mataram City Mall, dan Jogja Town Square merupakan pasokan baru yang saat ini masih dalam tahap pembangunan dan akan meramaikan persaingan pasar di Yogyakarta dalam tiga tahun ke depan.
Hartono Jogja Mall diprediksi menjadi mal terbesar di Jawa bagian tengah dengan area nett leaseable area (NLA) seluas 80.000 meter persegi, dan gross floor area (GFA) sebesar 220.000 meter persegi.
Oleh karena itu, setiap mal diharapkan memiliki target pasar yang berbeda. Kisaran harga sewa untuk shopping mall di kota pelajar saat ini berada pada level Rp 250.000 hingga Rp 300.000 per meter persegi per bulan sesuai lokasi dan jenis ritel.
"Kami proyeksikan jumlah pusat perbelanja akan terus meningkat, melihat merek-merek internasional yang kemungkinan masuk di Hartono Mall ke depannya. Terlebih lagi, sebagai kota pariwisata dan kota pelajar, daya beli masyarakat pun semakin tinggi dengan adanya wisatawan-wisatawan mancanegara dan pelajar-pelajar dari Jakarta dan kota besar lainnya di Indonesia yang perlu memenuhi kebutuhannya di Yogyakarta," papar Hendra.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.