Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bangkitkan Sektor Properti, Pengembang Tuntut Empat Hal

Kompas.com - 20/10/2015, 14:43 WIB
Hilda B Alexander

Penulis

BEKASI, KOMPAS.com - Kendati pemerintah telah menerbitkan empat paket kebijakan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, namun dirasa belum cukup, dan efektif menstimulasi pertumbuhan sektor properti.

Saat ini saja, omset pengembang anjlok hingga 60 persen, sehingga banyak di antaranya yang memilih opsi menunda pengembangan proyek baru. Bahkan, ada yang sudah sama sekali menghentikan produksi.

"Karena itu, perlu ada upaya dan terobosan strategis hingga ke tataran implementasi yang lebih konkret di lapangan, agar empat paket kebijakan ekonomi tersebut berjalan efektif," ujar Ketua DPD REI DKI Jakarta, Amran Nukman kepada Kompas.com, sesaat sebelum Temu Anggota Tiga DPD REI DKI Jakarta-Jawa Barat-Banten, di Bekasi, Selasa (20/10/2015).

Empat paket kebijakan ekonomi tersebut, ditambahkan Ketua DPD REI Jawa Barat Irfan Firmasnyah, hanya berupa kesepakatan di lintas kementerian semata. Belum menyentuh struktur terbawah, yakni pemerintahan daerah yang memiliki otoritas di lapangan.

"Contohnya saja, dari sisi perizinan. Meski sudah disederhanakan menjadi hanya 8 perizinan, namun kami masih mengalami kesulitan merealisasikan pembangunan. Terlebih membantu pemerintah dalam Program Pembangunan Nasional Satu Juta Rumah," imbuh Irfan.

Oleh karena itu, dalam pertemuan di Bekasi ini, ketiga DPD REI merekomendasikan empat hal dan menuntut pemerintah untuk segera menerbitkan regulasi pendukung di tataran pelaksanaan berupa instruksi presiden.

www.shutterstock.com Ilustrasi
Empat hal tersebut yang perlu segera dilaksanakan, kata Ketua DPD REI Banten Sulaeman Soemawinata adalah pertama pembayaran kewajiban pajak atau PPN untuk rumah non-subsidi. Kewajiban pembayaran pajak ini, menurut Eman masih mengundang perdebatan.

"Kami meminta pembayaran kewajiban PPN rumah non-subsidi kurun 2010-2014 yang tidak ditagih ditunda sampai kemampuan bayar kami pulih," tandas Eman.

Tuntutan kedua adalah penyederhanaan perizinan. Meski pemerintah telah memangkas perizinan menjadi delapan jenis, perlu dibuat regulasi teknisnya. Adapun delapan jenis perizinan tersebut adalah, Izin Lingkungan Setempat, Izin Rencana Umum Tata Ruang, Izin Pemanfaatan Lahan, Izin Prinsip, Izin Lokasi, Izin Badan Lingkungan Hidup, Izin Dampak Lalu Lintas, dan Izin Pengesahan Site Plan.

Salah satu yang tidak dibutuhkan lagi Analisis Dampak Lingkungan atau Amdal. Izin ini tidak dibutuhkan karena perumahan sudah berada dalam tata ruang wilayah. Dalam pembuatan tata ruang wilayah, sudah lebih dulu diadakan kajian untuk daya dukung dan daya tampung kawasannya.

Perumnas.co.id Salah satu rusunami yang dibangun Perumnas di Jakarta.
Eman melanjutkan, tuntutan ketiga adalah pemerintah menyediakan ketersediaan lahan murah. Hal ini sangat penting mengingat harga jual rumah mengikuti harga lahan. Dengan tersedianya lahan murah, maka pengembang lebih mudah membangun rumah.

"Saat ini yang terjadi adalah harga lahan sudah tinggi, sementara harga rumah yang ditetapkan pemerintah tidak rasional," ujar Eman.

Sementara tuntutan keempat adalah relaksasi Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 17/10/PBI/2015 tentang Rasio Loan to Value atau Rasio Financing to Value untuk Kredit Pembiayaan Properti dan Uang Muka untuk Kredit Pembiayaan Kendaraan Bermotor. Peraturan ini sudah berlaku sejak 18 Juni 2015.

Aturan ini memungkinkan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) inden dapat diberikan untuk fasilitas kredit pertama dengan jaminan yang diperluas. Sebelumnya, bank hanya menerima kredit berdasarkan jaminan perusahaan yakni tempat di mana calon pembeli bekerja. Namun, saat ini jaminannya diperluas, menjadi dapat berbentuk aset tetap atau aset bergerak, misalnya kendaraan.

Perluasan jaminan juga berlaku pada standby letter of credit, yaitu perjanjian tertulis dengan bank yang diterbitkan atas permintaan pemohon kredit untuk membayar kepada beneficiary, atau pihak penerima letter of credit.

Erwin Shuez Rumah murah Citayam, Depok.
Selain itu, pemohon KPR juga bisa mengajukan bank guarantee atau jaminan pembayaran yang tertulis dari bank dan diberikan kepada nasabahnya. Tidak hanya itu, jaminan juga bisa berbentuk escrow account, yaitu rekening sementara yang dibuat sampai proses pembayaran cicilan selesai.

"Kami harapkan empat tuntutan ini diperhatikan oleh pemerintah untuk segera diterbitkan kebijakan teknisnya agar segera dieksekusi," pungkas Amran.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com