Nantinya, perusahaan swasta yang berinvestasi harus kerja sama dengan pemda melalui BUMD seperti Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) atau dengan BUMN seperti Jasa Tirta. Basuki menekankan semua pihak swasta harus kerja sama dengan pemerintah sehingga memaknai air tetap dikuasai oleh negara.
Selama ini, hal tersebut belum dilakukan secara benar. Basuki mencontohkan perusahaan swasta pengelola air di Klaten. Perusahaan ini memiliki izin mengebor tanah untuk mengalirkan air 18 liter per detik. Namun, kenyataannya di lapangan, perusahaan ini mendapatkan 60 liter per detik. Sisanya, tidak ada yang dikembalikan kepada negara.
"Itu harus kerja sama dengan Pemda setempat. Ini yang harus dinyatakan dalam RPP. RPP sebelumnya belum ada pernyataan keterlibatan pemda. Mudah-mudahan sekarang dalam proses penandatanganan oleh presiden," jelas Basuki.
Direktur Jenderal Sumber Daya Air Mudjiadi, menambahkan pembatalan UU ini tidak perlu dikhawatirkan. Pembatalan tersebut bukan berarti menutup investasi swasta. Namun akses masyarakat terhadap sumber air harus tetap dijamin.
Saat harmonisasi RPP, semua menteri yang terlibat sepakat agar sumber daya air dikuasai oleh BUMN atau BUMD. Kemudian, ada permintaan bahwa pemda juga sebaiknya dilibatkan.
Masalah ini, sudah dicarikan titik temu dan secara sistem pun memungkinkan. Dengan demikian, kata Mudjiadi, masyarakat tidak perlu khawatir pengusahaan air tidak diteruskan oleh wali kota atau bupati selanjutnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.