Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Struktur Bambu Tanpa Paku Mampu Tampung 20.000 Orang

Kompas.com - 02/10/2015, 13:51 WIB
Arimbi Ramadhiani

Penulis

KOMPAS.com — Sejak satu tahun lalu, Studio Arsitektur Penda telah mengembangkan sebuah sistem struktural yang terbuat dari bambu dan tali. Struktur bernama Rising Canes tersebut disajikan pada acara Beijing Design Week 2015.

Paviliun ini sama sekali tidak menggunakan paku atau sekrup. Semua bahannya pun 100 persen dapat didaur ulang. Semua sendi diikat dengan tali sehingga meninggalkan bekas yang sangat sedikit. Dengan demikian, bambu-bambu ini dapat digunakan kembali setelah instalasi.

Selama pameran, pengunjung dianjurkan untuk menanamkan benih tanaman ke keranjang yang terhubung ke paviliun tersebut. Nantinya, vegetasi akan tumbuh bersama struktur. Setelah beberapa waktu, alam akan menjadi elemen dasar proyek tersebut.

Selama pameran ini, pengunjung dianjurkan untuk menanamkan benih tanaman ke keranjang yang terhubung ke paviliun tersebut. Vegetasi akan tumbuh bersama struktur. Kemudian, setelah beberapa waktu, alam akan menjadi elemen dasar proyek tersebut.

"Paviliun ini diharapkan sebagai langkah pertama yang bisa diikuti, sebagai sistem struktur yang sepenuhnya modular, mencerminkan ekologi dan mudah untuk meluas ke segala arah," kata Penda.

Para arsitek memilih bambu sebagai bahan konstruksi utama karena memiliki akar panjang tradisional di China. Bambu juga merupakan bahan bangunan yang fantastis dan keberadaannya sering diremehkan dalam proses konstruksi arsitektur.

Sementara itu, arsitek telah menetapkan visi mereka untuk proyek 10 tahun ke depan. Dimulai dengan struktur kecil, elemen individu ini bisa dibangun di situs lain dalam rangka memperluas ukurannya. 


Para arsiteknya memilih bambu sebagai bahan konstruksi utama, karena memiliki akar panjang tradisional di Tiongkok. Bambu juga merupakan bahan bangunan yang fantastis dan keberadaannya sering diremehkan dalam proses konstruksi arsitektur.

Terletak di Anji County, wilayah ekspor terbesar untuk bambu di dunia, sistem dapat tumbuh dengan habitat 20 keluarga dalam sembilan bulan. Mengingat jumlah penduduk terus tumbuh, struktur akan terus diperluas untuk mengakomodasi beberapa ruang komunal, jembatan, dan bahkan struktur terapung.

Pada 2023, pengembangan bambu diperpanjang untuk konfigurasi perkotaan, yang mendiami populasi 20.000 orang dan rumpun bambu sekitar 250 hektar.

"Kami percaya bahwa pada masa sekarang konstruksi secara berkelanjutan lebih berharga dari sebelumnya," kata Penda.

Semua sendi diikat dengan tali, sehingga meninggalkan bekas yang sangat sedikit. Dengan demikian, bambu-bambu ini dapat digunakan kembali setelah instalasi.

Keadaan saat ini, lanjut Penda, mencerminkan perencanaan kota yang tidak bertanggung jawab sehingga mengakibatkan polusi udara dan krisis ekonomi. Kondisi ini pun memaksa profesi arsitektur untuk memikirkan kembali proses pembangunan.

Penggunaan dari bahan-bahan alami, seperti bambu dan menghubungkannya dalam sistem cerdas dan modular, akan memberikan struktur kebebasan untuk tumbuh ke setiap arah. Dengan menambahkan dan menghubungkan tongkat bambu baru, struktur tumbuh dan menjadi sistem yang lebih kuat dan mampu menampung penghuni lebih banyak.

Setiap batang bambu yang diambil sebagai bahan konstruksi, ditanam dua pohon baru, untuk memastikan pasokan bahan bangunan stabil dan berkelanjutan. Pendekatan ini dilakukan untuk memastikan permintaan jangka panjang terhadap elemen bangunan tetap terpenuhi dan menciptakan hutan bambu yang rimbun di sekitar pembangunan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com